Sabtu, 16 Juli 2011

konjungtivitis

BAB I
PENDAHULUAN
         Konjuntiva yang meradang disebut konjuntivitis. Peradangan konjuntiva selain memberi keluhan yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, rasa panas juga memberi gejala yang khas di konjuntiva, ada tahi mata (sekret). Jika meluas ke kornea timbul silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling ringan adalah  hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnya adalah folikel, flikten dan sebagainya.3
Konjuntivitis, penyakit mata ini, disebabkan peradangan akibat infeksi lapisan lendir yang menutupi mata putih. Penyebab paling umum yang sering dijumpai adalah kuman, virus, dan bakteri. 8
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%). 8
Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi atau imunologik, jamur, parasit, kimia atau iritatif, etiologi yang tidak diketahui, bersama penyakit sistemik 4. 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.  Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan epitel kornea dilimbus. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian yaitu; 1
1.      Konjungtiva Palpebralis yang melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
2.      Konjungtiva Bulbi yang menutup bagian depan sklera
3.      Konjungtiva Forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
 
Gambar 1: Konjungtiva fornixis bawah
 






Gambar 2: Konjungtiva palpebra
Histologis lapisan konjungtiva adalah epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Epitel superficial mengandung sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial, di dekat limbus epitel ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjungtiva yang terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat. 3
Kelenjar yang ada di konjungtiva terdiri atas kelenjar Krause (ditepi atas tarsus) yang menyerupai kelenjar air mata dan kelenjar Wolfring. Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di fornix atas. Air mata yang mengalir ke bawah menuju fornix  dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis. Dengan demikian konjungtiva dan kornea selalu basah. 3
 





Gambar 3: Kelenjar dan saluran lakrimal

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari a. siliaris anterior dan arteri palpebralis dan keduanya beranastomosis. Yang berasal dari a. siliaris anterior berjalan kedepan mengikuti m. rectus, menembus sklera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang-cabang yang mengelilingi kornea. 3
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama N.V (N.Trigeminus) yang berakhir sebagai ujung-ujung yang lepas terutama dibagian pelpebra.3
II.2. Peradangan Konjungtiva
Konjungtiva yang meradang disebut konjungtivitis dan merupakan penyakit mata paling umum didunia. Penyakit ini bervariasi dari hiperemia ringan dengan berair mata sampai konjuntivitis berat dengan banyak sekret purulen dan kental. 3
Karena lokasinya, konjungtiva mudah terpapar oleh banyak mikro-organisme dan faktor lingkungan lain yang menggangu. Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumoniae, haemophilus influenza, Staphylococcus aereus, Neisseria meningitides. 3
Peradangan konjungtiva selain memberi keluhan yang khas berupa terbentuknya sekret. Pada anamnesis juga didapatkan keluhan seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, seperti klilipen, rasa panas, ada tahi mata dan jika meluas ke kornea akan memberikan sensasi silau.
Sekret merupakan produk kelenjar, yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan oleh sel goblet. Sekretnya dapat bersifat; 3
-    Air, kemungkinan disebabkan infeksi virus dan sebagai reaksi alergi.
-    Purulen, biasanya bakteri atau klamidia
-    Hiperpurulen, disebabkan gonokokus atau meningokokus
-    Lengket, bila disebabkan karena reaksi alergi atau vernal
-    Serous, bila disebabkan oleh adenovirus.
Penderita dengan konjungtivitis sering datang dengan keluhan mata merah. Ini harus dibedakan antara; konjungtivitis, perdarahan sub-konjungtiva, dan iritasi konjungtiva. Pada konjungtivitis didapatkan injeksi konjungtiva dan hiperemi konjungtiva, sedang pada iritasi konjungtiva hanya didapatkan injeksi konjungtiva saja.2
II.3. Definisi
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva dengan sekret konjungtiva (serous, mukus, mukopurulen), menular melalui kontak langsung dengan sekret yang dapat mengenai satu atau kedua mata. 8
Konjuntivitis, penyakit mata ini, disebabkan peradangan akibat infeksi lapisan lendir yang menutupi mata putih. Penyebab paling umum yang sering dijumpai adalah kuman, virus, dan bakteri. 2
II.4.  Etiologi
Salah satu gejala konjungtivitis bisa diketahui di pagi hari saat seseorang ingin membuka mata. Jika mata sulit terbuka karena lengket, bisa jadi konjuntivitis. Penyakit mata ini, disebabkan peradangan akibat infeksi lapisan lendir yang menutupi mata putih. Penyebab paling umum yang sering dijumpai adalah kuman, virus, dan bakteri. 7 Tetapi juga bisa disebabkan oleh jamur, parasit, klamidia, alergi atau imunologik, kimiawi, penyebab yang tidak diketahui, penyakit sistemik 4.
Menurut Michael Silverman (2007), berdasarkan beberapa penelitian, penyebab terbanyak dari konjungtivitis mukopurulen adalah bakteri. Beberapa bakteri yang paling umum sebagai penyebabnya adalah :6
-          Kokus Gram positif : Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes,   dan Streptococcus pneumoniae 
-          Kokus Gram negatif : Neisseria meningitidis dan Moraxella lacunata
-          Batang Gram negatif: genus Haemophilus dan famili Enterobacteriaceae
Infeksi mata dapat disebabkan kelompok Pneumokokus, stafilokokus H.aegyptus banyak menimbulkan perdarahan subkonjungtiva, H.influence memberi eksudat cair. N.gonokokus akan memberi eksudat nanah diikuti perusakan jaringan kornea. Kuman difteri akan memberi eksudat membranous yang akan berdarah bila dikelupas. Jenis kokus akan memberi eksudat pseudomembran. M.tuberkulosis dan T.pallidum akan memberi aksudat granulomatous di konjungtiva dengan diikuti pembengkakan yang terlihat dan teraba dikelenjar preaurikular. 1
II.5.  Klasifikasi
          Berdasarkan penyebabnya konjungtivitis diklasifikasikan antara lain 4:
1.             Konjungtivitis Bakterial
            Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial : akut (dan sub akut) dan menahun. Konjungtivitis bakterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme tertentu seperti haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, and Moraxella catarrhalis. S. aureus pada dewasa dan bakteri pathogen lain pada anak-anak .
          Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai. Konjungtivitis bakterial akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu sekian obat anti bakterial yang tersedia biasanya mengatasi keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan N. Gonorrhoae dan N. Meningitidis dapat menimbulkan komplikasi berat jika tidak segera diobati sejak dini.
A.           Tanda dan gejala
          Organisme ini menimbulkan iritasi dan kemerahan bilateral, eksudat purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, kadang-kadang edema palpebra. Infeksi biasanya pada satu mata dan menular kesebelah karena tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti kain, dan lain-lain.
a.    Konjungtivitis Bakterial Hiperakut (dan subakut).
Konjungtivitis Purulen
          Adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis yang ditandai dengan eksudat purulen. Konjungtivitis meningokokus kadang-kadang terjadi pada anak-anak. Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat perlu segera diperiksa secara laboratoris dan segera diobati. Jika ditunda, mungkin terjadi kerusakan kornea atau gangguan penglihatan, atau konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis, yang menimbulkan sepsis atau meningitis.
Konjungtivitis Mukopurulen (catarhal) Akut
          Sering terdapat dalam bentuk epidemik dan disebut ”mata merah” oleh orang awam. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemi konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang. Penyebab paling umum adalah Streptokokus pneumonia pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptius pada iklim panas. Penyebab yang kurang umum adalah Stapilokokus dan Streptokokus lain. Konjungtivitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan Haemophilus aegyptius mungkin disertai perdarahan sub konjungtiva. Pengobatan dengan membersihkan konjungtiva dan antibiotik yang sesuai.
Konjungtivitis Subakut
          Paling sering disebabkan H. Influenzae dan kadang-kadang oleh E. Coli dan spesies Proteus. Infeksi H. Influenzae ditandai eksudat berair tipis atau berawan.
Konjungtivitis Gonorhoe
          Merupakan radang konjungtiva akut yang hebat dan disertai sekret purulen. Gonokokus merupakan kuman yang sangat patogen, virulen, dan bersifat invasif sehingga reaksi radang kuman ini sangat berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonorhoe merupakan merupakan penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia secara endemik. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan lahir, sedangkan pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penularanya melalui alat kelaminnya sendiri.
          Diklinik akan melihat penyakit ini dalam bentuk oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonorhoe infantum (usia lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonorhoe adultorum. Terutama mengenai golongan muda dan bayi yang ditularkan ibunya, merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum.
          Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antar 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan. Stadium infiltratif ditemukan gejala kelopak dan konjungtiva kaku dan rasa sakit pada perabaan, peseudomembran pada konjungtiva tarsal superior, konjungtiva bulbi merah, kemotik, menebal. Pada dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan menonjol dengan gambaran spesifik gonore dewasa. Dan biasanya rasa sakit pada mata disertai tanda-tanda infeksi umum, biasanya menyerang satu mata dulu dan menyebar. Stadium supuratif sekret kental, pada bayi mengenai kedua matadengan sekret kuning kental, berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekretnya tidak kental sekali.
          Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru dimana akan terlihat diplokokus di dalam leukosit. Dengan Gram kan terlihat sel intraseluler atau ekstraseluler bersifat gram negatif, pemeriksaan sensitif pada agar darah dan coklat. Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan gram positif diplokokus batang intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis gonorea. Pasien dirawat dan diberi penisilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50000 U/kgBB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau garam fisiologik setiap ¼ jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10000-20000 U/ml setiap 1 menit sampai 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
          Penyulit yang terjadi adalah tukak kornea marginal bagian atas, ini mudah terjadi perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonokokus, pada anak sering keratitis atau tukak kornea sehingga terjadi perforasi kornea, pada orang dewasa tukak yang terjadi sering pada marginal dan terbentuk cincin. Pencegahan cara yang paling aman ialah membersihkan mata bayi segera setelah lahir denag larutan borisi dan memberi salep kloramfenikol.
Oftalmia Neonatorum
          Merupakan konjungtivitis yang terjadi pada bayi dibawah usia 1 bulan, dapat disebabkan oleh berbagai sebab: konjungtivitis kimia seperti nitras argenti, terjadi 24 jam setelah penetesan nitras argenti profilaksis untuk gonorhoe, pengobatan dengan pembilasan sisa obat dan bahan penyokong. Konjungtivitis stafilokokus, masa inkubasi lebih dari 5 hari diobati dengan antibiotik topikal. Konjungtivitis inklusi (klamidia), masa inkubasi 5-10 hari, pengobatan dengan tetrasiklin atau erytromicin dan tobramicyn, konjungtivitis Neiseria, masa inkubasi 2-5 hari. Konjungtivitis virus masa inkubasi 1-2 minggu, diobati dengan trifluorotimidin, konjungtivitis jamur, diobati dengan antijamur.
          Konjungtivitis bakterial menahun terjadi pada pasien obstruksi duktus naso lakrimalis dan dakriosistisis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga dapat menyertakan blefaritis bakterial menahun atau disfungsi kelenjar meibom. Pasien dengan sindrome palpebra lemas dan ektropion dapat menimbulkan konjungtivitis bakterial sekunder.
          Konjungtivitis bakterial jarang dapat disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae dan Streptokokus pyogenes. Pseudomembran dan membran yang dihasilkan oleh organisme ini dapat terbentuk pada konjungtiva palpebra.


B.            Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui dari pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan Gram atau Giemsa dan dapat ditemukan neutrofil polimorfonuklear. Kerokan konjungtiva disarankan pada semua kasus dan diharuskan pada penyakit yang purulen, bermembran, atau pseudomembran. Uji sensitivitas antibiotik juga abaik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotik empirik.
C.            Komplikasi
          Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtivitis stapylokokus kecuali pada pasien yang sangat muda bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembran dan membranosa dan pada kasus tertentu diikuti ulserasi kornea dan perforasi.
D.           Terapi
Terapi spesifik pada konjungtivitis bakterial tergantung agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai dengan terapi topikal antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis. Terapi topikal dan sistemik harus segera dilaksanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, sakus konjungtiva harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga  dianjurkan untuk menjaga higiene perorangan.
E.            Prognosis
Konjungtivitis bakterial akut  hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat berlangsung 10-14 hari, jikadiobati dengan memadai 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stapilokokus (dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus yang bila tidak diobati akan menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis). Kornea konjungtiva gerbang masuk meningokokus kedalam darah dan meninges, hasil akhir adalah septikemia dan meningitis.
2.             Konjungtivitis Klamidia
Trachoma
·           Tanda dan gejala
Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanak-kanak yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata kedalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva berat. Abrasi terus-menerus oleh bulu mata yang membalik itu dan gangguan film air mata berakibat parut pada kornea, umumnya setelah berusia 50 tahun.
Masa inkubasi rata-rata 7 hari namun bervariasi dari 5-14 hari. Pada bayi atau anak biasanya diam-diam, dan penyakit ini dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa komplikasi pada orang dewasa sering akut dan subakut dan kompliksai cepat berkembang. Sering mirip konjungtivitis bakterial, gejalanya mata berair, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbi, hiperemia, hipertropi papiler, folikel tarsal dan limbal, nyeri tekan, pembentukan panus. Semua tanda trakoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea bagian atas daripada bagian bawah.
Untuk memastikan trakoma endemik dikeluarga atau masyarakat, harus ada sekurang-kurangnya 2 tanda berikut: lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata pada palpebra superior mata, parut konjungtiva khas dikonjungtiva tarsal superior, folikellimbus dan sekuelenya, perluasan pembuluh darah keatas kornea paling jelas dilimbus atas.
·           Laboratorium
          Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang dipulas dengan giemsa tampak masa sitoplasma biru atau ungu gelap halus menutupi inti dari sel epitel, namun tidak selalu ada. Pulasan antibodi fluorescein dan tes imuno-assay enzim tersedia dipasaran dan banyak dipakai dilaboratorium klinik, yang terbaru adalah isolasi agen klamidia dalam biakan sel.
·           Komplikasi
          Parut dikonjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trakoma dan dapat merusak duktuli kelenjar lakrimal dan menutupi muara kelenjar lakrimal. Hal ini akan mengurangi komponen air dalam film air mata pre-kornea, dan mungkin hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut akan menyebabkan trikiasis atau entropion, sehingga bulu mata terus menerus menggesek kornea menyebabkan ulserasi kornea, infeksi, dan parut kornea.
·           Terapi
          Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracyclin 1-1.5 g/hari/oral dalam empat dosis selama 3-4 minggu. Doxycyclin 100 mg per os 2 kali sehari selama 3 minggu, eritromycin 1 g/hari per os dibagi 4 dosis selama 3-4 minggu. Tetracyclin sistemik jangan diberikan pada anak dibawah 7 tahun atau wanita hamil. Karena tetracyklin mengikat kalsium pada gigi yang berkembang dan tulang yang tumbuh sehingga gigi menjadi kuning dan kelainan rangka. Salep atau tetes topikal termasuk sulfonamid, tetracyclin, eritromycin, rifampisin empat kali sehari selama 6 minggu sama efektifnya.
·           Prognosis
          Khas trakoma adalah penyakit menahun yang berlangsung lama. Dengan higiene baik penyakit ini sembuh atau bertambah ringan sehingga sekuele berat terhindarkan. Sekitar 6-9 juta orang didunia telah kehilangan penglihatan akibat trakoma.
Konjungtivitis Inklusi (Blenorrhea Inklusi, Paratrachoma)
Konjungtivitis inklusi sering bilateral dan biasanya terdapat pada orang muda yang seksualnya aktif. Agen klamidial menginfeksi uretra pria dan servik wanita. Transmisi ke mata karena praktek seksual oral-genital atau dari tangan ke mata.

·      Gejala
          Dapat berawal akut dan subakut, pasien mengeluh mata merah, pseudoptosis, terdapat sekret terutama pagi hari. Neonatus menunjukkan konjungtivitis papiler, eksudat sedang, pada kasus hiperakut terbentuk pseudomembran yang menimbulkan parut. Karena neonatus tidak memiliki jaringan adenoid di stroma konjungtiva, tidak akan terbentuk folikel namun jika berlangsung 2-3 bulan akan timbul folikel dan mirip pada orang dewasa. Pada neonatus dapat menimbulkan faringitis, ottitis mediam, dan pneumonitis intertitial. Karena pseudomembran umumnya tidak terbentuk pada orang dewasa, tidak terjadi luka parut. Keratitis superficial ditemukan pada bagian atas. Otitis media dapat terjadi akibat infeksi tuba auditiva.
·      Laboratorium
          Tes sama pada trakoma. Pada oftalmia klamidia neonatal, sediaan yang dipulas giemsa sering memperlihatkan banyak inklusi. Pengukuran antibodi IgM sangat berharga untuk mendiagnosis pneumonitis klamidia pada bayi.
·      Terapi
Bayi: beri suspensi eritromycin per os 40 mg/kg/hari dalam 4 dosis terpisah selama sekurang-kurangnya 14 hari. Terapi oral diperlukan karena infeksi klamidia juga mencangkup saluran nafas dan gastrointestinal. Kedua orang tuanya harus diobati dengan tetracyklin dan eritromycin oral untuk infeksi saluran genitalianya.
Dewasa: tetracyclin oral 1-1.5 g/hari selama 3 minggu, doxycyclin 100 mg oral 2 kali sehari atau eritromycin 1 g/hari.
3.             Konjungtivitis Virus
          Konjungtivitis virus, sebuah penyakit umum dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat, yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang cepat sembuh sendiri.
a)             Konjungtivitis folikuler virus akut
Demam faringokonjungtival
          Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38.3-40oC, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu mata. Folikel sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Penyakit ini bilateral atau unilateral. Mata merah berair sering terjadi dan mungkin ada keratitis superficial untuk sementara. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).
          Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe 4 dan 7. Virus ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologik dengan meningkatnya titer antibodi. Tidak ada pengobatan spesifik, konjungtivitis akan sembuh sendiri dalam 10 hari.
Keratokonjungtivitis epidemika
          Umumnya bilateral, awalnya pada satu mata dan mata pertama biasanya lebih parah. Pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel dan kekeruhan epitel bulat. Sensasi kornea normal. Khasnya adalah nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase akut adalah edema palpebra, kemosis, dan hiperima konjungtiva. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam.
          Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu, kekeruhan subepitel terutama terdapat dipusat kornea, bukan ditepian dan menetap berbulan-bulan namun sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.
          Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37. Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang  mononuklear primer, bila terbentuk pseudomembran, juga neutrofil. Keratokonjungtivitis epidemika pada dewasa terbatas pada bagian luar mata, pada anak-anak terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitismedia dan diare.
          Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.
Konjungtivitis virus herpes simplek
          Biasanya menyerang anak kecil yang ditandai dengan pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, sekret mukoid, sakit, fotofobia ringan. Sering disertai keratitis herpes simplek dengan kornea menampakkan lesi-lesi epitel tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus epitelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler atau pseudomembran. Vesikel herpes kadang-kadang muncul dipalpebra dan tepi palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang nyeri tekan.
          Tidak ditemukan bakteri didalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama monokuler. Namun jika pseudomembran reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering diatas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.
          Konjungtivitis HSV dapat berlangsung 2-3 minggu, dan jika timbul pseudomembran, dapat meninggalkan parut linier halus dan datar. Komplikasi dapat berupa keterlibatan kornea (termasuk dendrit) dan vesikel pada kulit. Meskipun virus herpes tipe 1 adalah penyebab kebanyakan kasus mata, namun tipe 2 adalah penyebab umum pada neonatus dan jarang pada dewasa. Pada neonatus mungkin terdapat penyakit umum yang disertai ensefalitis, korioretinitis, hepatitis, dan lain-lain. Setiap infeksi pada neonatus harus diobati dengan obat antivirus sistemik (acyclovir) dan dipantau di rumah sakit.
          Jika konjungtivitis pada anak diatas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea perlu debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering , meneteskan dengan obat anti virus dan menutup mata selama 24 jam. Antivirus topikal diberikan 7-10 hari; trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vidarabin lima kali sehari atau idoxuridine 0.1% , 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam disaat malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selam 10 hari atau dengan acyclovir oral 400 mg 5 kali sehari selama 7 hari. Penggunaan kortikosteroid merupakan kontraindikasi, karena memperburuk  infeksi herpes simplek dan mengkonversi penyakit dari sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat lama.
Konjungtivitis penyakit newcastle
          Disebabkan oleh virus newcastle dengan gambaran klinis sama dengan demam  faringokonjungtiva.penyakit ini sering pada unggas. Umumnya bersifat unilateral walaupun bisa bilateral. Konjungtivitis ini memberikan rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur, dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu.
          Pada mata akan terlihat edema ringan, kemosis dan sekret yang sedikit, dan folikel-folikel yang terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal bagian bawah. Pada kornea ditemukan keratitis epitelial atau keratitis subepitel. Pembesaran kelenjar getal bening preaurikel yang tidak nyeri tekan. Pengobatan yang khas sampai saat ini tidak ada, dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat simtomatik.
Konjungtivitis varicela-zoster
          Herpes zoster disebut juga shingle, zona, atau posterior ganglionitis akut. Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata. Herpes zoster mengenai pada semua umur dan umumnya pada usia lebih dari 50 tahun keatas.
          Kelainan yang terjadi pada herpes zoster tidak akan melampui garis median kepala. Herpes zoster dan varicela memberikan gambaran yang sama pada konjungtivitis seperti pada hiperemia, vesikel dan pseudomembran pada konjungtiva, papil, dengan pembesaran kelenjar preurikel. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukanya sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus dan inklusi intranuklear.
          Pengobatan dengan kompres dingin. Pada saat ini acyclovir 400 mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga steroid mengurangkan penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberi analgetik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan permukaan dapat diberi salep tetrasiklin. Steroid tetes deksametason 0.1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis. Gloukoma yang terjadi akibat iritis diberi preparat steroid dan antigloukoma. Penyulit pada penyakit ini dapat terjadi parut pada kelopak, neuralgia, katark, gloukoma, kelumpuhan saraf III, IV, VI, atrofi saraf optik, dan kebutaan.
Konjungtivitis hemoragik epidemik akut
          Merupakan penyakit konjungtivitis disertai dengan perdarahan konjungtiva. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Ghana, Afrikapada tahun 1969 yang menjadi pandemik. Konjungtivitis yang disebabkan infeksi virus pikorna atau enterovirus 70
          Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti kelilipan, dan sakit periorbita. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukous, fotofobia disertai lakrimasi.
          Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtiva folikuler ringan, sakit periorbita, keratitis, adenopati preurikel, dan yang terpenting adanya perdarahan subkonjungtiva yang dimulai dengan petekia. Pada tarsus konjungtiva terdapat hipertrofi folikular dan keratitis epitelial yang berkurang spontan dala 3-4 hari.
          Penyakit ini sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simptomatik. Pengobatan antibiotik spektrum luas, sulfametamid dapat dipergunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk mencegah penularan.
b)             Konjungtivitis virus menahun
Blefarokonjungtivitis-Moluscum Contagiosum
          Sebuah nodul moluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan panus superior atau mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang terutama mononuklear (berbeda dengan reaksi trachoma), lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang pada bagian pusat adalah khas moluscum contagiosum. Biopsi menampakkan inklusi sitoplasmik eosinofilik, memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti kesatu sisi.
          Eksisi, incisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya. Pada kasus yang sangat jarang nodul moluscum timbul dikonjungtiva. Dalam hal ini eksisi nodul menyembuhkan konjungtivitisnya.

Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
          Hiperemi dan konjungtivitis infiltrat disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitis biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. Parut palpebra, entropion, dan trikiasis adalah sekuele.
          Lesi palpebra dari varicela mirip dengan lesi kulit ditempat lain, mungkin timbul ditepian papebra maupun palpebra dan sering meninggalkan parut. Sering timbul konjungtivitis eksudatif ringan  tetapi lesi konjungtiva yang jelas sangat jarang terjadi. Lesi dilimbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papul dan ulkus. Kornea didekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluhnya.
          Acyclovir oral dosis tinggi 800 mg lima kali sehari selam 10 hari, jika diberi pada awal penyakit, akan mengurangi dan menghambat beratnya penyakit.
Keratokonjungtivitis Morbilli
          Enantema khas morbili seringkali mendahului erupsi kulit. Pada tahap awal ini, konjungtiva mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen dan muncul erupsi kulit, timbul bercak Koplik pada konjungtiva dan carunculus. Pada saat anak-anak dini, dewasa lanjut bisa terjadi  keratitis epitelial.
          Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit atau sama sekali sekuele, namun pada pasien kurang gizi atau imnokompeten, penyakit mata ini sering disertai HSV atau infeksi bakterial sekunder oleh S. Pneumoniae, H. Infuienzae dan organisme lain. Agen ini dapat menyebabkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Kerokan konjungtiva menunjukkan reaksi sel mononuklear, kecuali ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan pulas Giemsa menunjukkan sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.
4.             Konjungtivitis Rickettsia
          Semua Rikettsia dianggap patogen oleh manusia dapat menyerang konjungtiva dan konjungtiva mungkin menjadi pintu masuk. Demam Q disertai hiperemia konjungtiva hebat. Pengobatan dengan tetracyclin atau kloramfenicol sistemik akan menyembuhkan. Demam Marseilles sering kali disertai konjungtivitis ulseratif atau garnulaomatosa dan limfonodus preaurikuler yang tampak jelas. Tifus endemik (murine) ”srub typhus”, Rocky Mountain Spotted Fever”, dan tifus epidemik berkaitan dengan tanda-tanda konjungtiva yang umumnya ringan dan bervariasi.
5.             Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Candida
          Konjungtivitis yang disebabkan Candida spp (biasanya Candida Albican) adalah infeksi yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes atau pasien terganggu kekebalannya, sebagai konjugtivitis ulseratif atau granulomatosa.
          Kerokan menunjukkan reaksi radang polimorfonuklear, organisme mudah tumbuh pada media agar darah atau Saboroaud dan mudah ditetapkan sebagai ragi yang berkuncup atau jarang sebagai pseudohypha.
          Infeksi ini berespon terhadap amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam larutan air (bukan garam) atau terhadap pemakain nistatin kulit (100000 unit/gram) empat sampai enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar pasti masuk dalam sacus konjungtiva dan hanya tidak numpuk ditepian palpebra.
Konjungtivitis jamur lain
          Sporothrix schenckii jarang mengenai konjungtiva atau palpebra. Jamur ini menimbulkan penyakit granulomatosa yang disertai nodus preaurikuler jelas. Pemeriksaan laboratorik dari biopsi granuloma menampakkan coni (spora) berbentuk cerutu garam-positif.
          Rhinosporidium seeberi kadang-kadang mengenai konjungtiva, saccus lakrimal, palpebra, canalikuli dan sklera. Lesi khas berupa granuloma polipoid yang mudah berdarah. Pemeriksaan histologik menampakkan granuloma dengan spherula besar terbungkus yang mengandung Myriad endospore. Pengobatan dengan eksisi sederhana dan kauterisasi pada dasarnya.
          Coccidioides immitis kadang-kadang menimbulkan konjungtivitis granulomatosa yang disertai nodus preaurikeler nyata (sindrome okulograndular parinoud) ini bukan penyakit primer namun menisfestasi dari infeksi metatastik infeksi paru primer. (demam San Joaquin Valey). Penyakit yang menyebar memberi respon buruk.
6.             Konjungtivitis Parasit
Infeksi Thelazia Californiensis
          Habitat alami cacing gilig ini adalah dimata anjing, namun dapat pula mengenai mata kucing, domba, beruang hitam, kuda, rusa. Infeksi kebetulan pada sacus konjungtiva manusia pernah terjadi. Penyakit ini dapat diobati secara efektif dengan menghilangkan  cacing itu dari sacus konjungtiva dengan forceps atau aplikator berujung kain.
Infeksi loa-loa
          L.loa adalah cacing mata di Afrika. Cacing ini hidup dijaringan ikat manusia dan kera dapat menjadi reservoirnya. Parasit ini ditularkan oleh gigitan lalat kuda atau lalat mangga. Cacing dewasa kemudian bermigrasi ke palpebra, konjungtiva atau orbita.
          Pada 60-80% infeksi L.loa, terdapat eosinofilia, namun diagnosis ditegakkan dengan menemukan cacing atau dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diperiksa siang hari. Kini obat pilihan untuk L.loa adalah diethylcarbamazine, ivermectin kini sedang dievaluasi.
Infeksi Ascaris Lumbricoides (Konjungtivitis Jagal)
          Ascaris dapat menimbulkan sejenis konjungtiva berat, meskipun jarang. Saat jagal atau orang yang melakukan pemeriksaan post-mortem potongan jaringan yang mengandung Ascaris,  cairan jaringan bagian organisme itu  mengenai matanya. Ini diikuti konjungtivitis toksik yang nyeri dan hebat, yang ditandai kemosis berat dan edema palpebra. Pengobatan adalah irigasi cepat dan tuntas pada sacus konjungtiva.
Infeksi Trichenella Spiralis
          Parasit ini tidak menimbulkan konjungtivitis sejati, namun dalam perjalanan penyebaranya mungkin terdapat edema palpebra superior dan inferior dan lebih dari 50% pasien menunjukkan kemosis (pembengkakan kuning). Lemon pucat paling jelas pada muskulus rectus lateral dan medial dan mengurang kearah limbus. Kemosis ini dapat bertahan satu minggu atau lebih, dan sering teras sakit saat mata digerakkan.
Infeksi Schistosoma Haematobium
          Timbul lesi konjungtiva granulomatosa berupa tumor-tumor kecil, lunak, licin, kuning kemerahan, terutama pada pria. Gejala minimal. Diagnosis tergantung pemeriksaan mikroskopik materi biopsi, yang menunjukkan granuloma dengan limfosit, sel plasma, sel raksasa, dan eosinofil mengelilingi ovum bilharzia pada berbagai tahap disintegrasi. Pengobatan ialah eksisi granuloma konjungtiva dan terapi sistemik dengan antimon seperti niridazole.  
Infeksi Taenia Solium
          Parasit ini jarang menimbulkan konjungtivitis, tetapi lebih sering menyerang retina, koroid, atau vitreus, menimbulkan sistiserkosis mata. Biasanya konjungtiva terkait menampakkan kista subkonjungtiva dalam bentuk pembengkakan hemisferik setempat, biasanya disudut dalam dari fornik inferior, yang melekat pada sklera dibawahnya dan nyeri tekan. Konjungtiva dan palpebra mungkin meradang dan ada edema.
          Diagnosis didasarkan atas tes fiksasi komplemen atau tes presipitasi atau atas keberhasilan memperlihatkan organisme dalam saluran cerna. Eosinofilia adalah ciri yang selalu ada. Pengobatan terbaik adalah eksisi lesi, keadaan terminalnya dapat diobati denagn niklosamide.
Infeksi Pthirus Pubis (infeksi kutu pubis)
          P. Pubis dapat mengenai silia dan tepi palpebra. Karena ukuranya, kutu pubis agaknya memerlukan rambut yang tersebar berjauhan. Inilah sebabnya parasit ini lebih menyukai silia yang tersebar berjauhan selain rambut pubis. Parasit ini agaknya melepaskan bahan yang merangsang yang menimbulkan konjungtivitis folikuler toksik pada anak-anak dan konjungtivitis papiler yang mengiritasi pada orang dewasa. Tepian palpebra umumnya merah, dan perasaan gatal. Menemukan organisme dewasa atau sengkenit berbentuk oval yang melekat pada bulu mata adalah diagnosis.
          Lindane (Kwell) 1% atau RID (pyrethrin) yang diberikan pada daerah pubis dan bulu mata setelah membuang sengkenitnya, biasanya menyembuhkan. Pemberian Lindane atau RID pada tepian palpebra harus sangat hati-hati agar jangan berkontak dengan mata. Pada setiap salep yang diberikan pada tepian palpebra cenderung menekan organisme dewasa. Keluarga pasien yang dekat harus diperiksa dan diobati. Semua pakaian harus dicuci.
Oftalmomiiasis
          Miasis adalah infestasi larva lalat. Banyak spesies lalat dapat menimbulkan miasis. Jaringan mata mungkin cedera oleh transmisi mekanik organisme penyebab penyakit dan oleh aktivitas parasit larva dalam jaringan mata. Larva mampu memasuki jaringan nekrotik dan jaringan sehat. Banyak yang terkena infeksi karena tidak sengaja menelan telur atau larva atau kontaminasi luka luar atau kulit. Bayi dan anak muda, peminum alkohol, dan pasien lemah yang tidak terurus adalah sasaran umum infeksi lalat yang menimbulkan miasis.
          Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan intraokuler, atau jaringan orbita lebih dalam. Lalat ini meletakkan telurnya ditepian palpebra inferior atau cantus interna dan larva menetap dipermukaan mata, menimbulkan iritasi, sakit, dan hiperemi konjungtiva. Pengobatan miasis permukaan mata adalah memebuang mata secara mekanik setelah anastesi topikal.
7.             Konjungtivitis Imunologik (Alergi)
          Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap non infeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi lambat seperti beberapa hari kontak seperti pada reaksi obat, bakteri dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen, biasanya dengan riwayat atopi.
          Gejala utama penyakit alergi adalah radang (merah, sakit, bengkak dan panas), gatal, silau dan menahun. Tanda karakteristik lainya adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang bermusim dan mengganggu penglihatan. walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan dan perlu pengobatan.
          Pengobatan terutama dengan menghindarkan faktor penyebab penyakit dan memberikan astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah, dan kompres dingin untuk menghilangkan edema. Pada kasus berat diperlukan antihistamin dan steroid sistemik.
Konjungtivitis Vermal
          Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan kasar pada konjuntiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil, atau granula eosinofil, pada kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe timbal terlihat benjolan didaerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat didalam benjolan.
          Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim panas. Mengenai pasien muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Pada bentuk palpebra, pasien biasanya mengeluh gatal, timbul papil yang besar dan sekret yang mukoid, konjungtiva tarsal bawah edema, hiperemi, dengan kelainan kornea lebih berat. Sedangkan pada bentul limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil dibagian epitel limbus kornea, terbentuk panus, dengan sedikit eosinofil.
          Antihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor, kromolin topikal dapat mengurangi pemakaian steroid, siklosporin dapat bermanfaat. Obat antiinflamasi nonsteroid tidak banyak bermanfaat. Pengobatan dengan steroid topikal tetes dan salep akan dapat menyembuhkan. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi kompres dingin, natrium karbonat, dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium kromolin topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai sikoplegik.
Konjungtivitis Flikten
          Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan karena alergi (hipersensitivitas tipe IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi lain ditubuh. Kelainan ini sering pada anak-anak yang hidup didaerah padat dengan kurang gizi sering mendapat radang saluran nafas.
          Kadang-kadang konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadang-kadang mengenai kedua mata. Pada konjungtiva tampak bintik putih yang dikelilingi daerah hiperemi. Pada pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikroabses yang terletak didekat limbus. Abses ini menjalar kearah sentral atau kornea dan terdapat tidak hanya satu.
          Gejala konjungtivitis flikten adalah mata berair, iritasi dengan mata sakit, fotofobia, bila kornea ikut terkena selain sakit pasien juga merasa silau disertai blefarospasme. Dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu, dengan kemungkinan terjadi kekambuhan. Keadaan akan lebih berat jika terkena kornea. Diagnosis banding adalah pinguekula iritan, ulkus kornea, okular rosazea, dan keratitis herpes simplek.
          Pengobatan konjungtivitis flikten adalah dengan diberi steroid topikal, midriatik bila terjadi penyulit pada kornea, pakai kaca mata hitam karena silau sehingga sakit. Diperhatikan higiene mata dan diberi antibiotik salep mata waktu tidur dan air mata buatan. Sebaikanya dicari penyebabnya seperti tuberkulosis, blefaritis stafilokokus kronik dan lainya. Karena sering pada anak yang kurang gizi maka sebaiknya diberi vitamin dan makanan tambahan.
Konjungtivitis  Demam Jerami (Hay Fever)
          Radang konjungtiva nonspesifik ringan umumnya menyertai demam jerami (rinitis alergika). Biasanya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainya. Pasien mengeluh gatal, mata berair, mata merah, dan sering mengatakan matanya seakan-akan ”tenggelam dalam jaringan sekitar” terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan bila serangan akut sering kemosis berat (yang menjadi penyebab ”tenggelamnya tadi”), mungkin terdapat sedikit kotoran mata, sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva, jika alergenya menetap timbul konjungtivitis papiler.
          Pengobatan adalah meneteskan vasokonstriktor lokal selama tahap akut (epinefrin, larutan 1:1000 secara topikal, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin juga membantu mengurangi gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali antigenya dapat dihilangkan. Untungnya, frekuensi serangan dan beratnya gejala cenderung menurun dengan bertambahnya usia.

Konjungtivitis Atopik
           Pasien dermatitis atopik (exzema) sering juga menderita keratokonjungtivitis atopik. Tanda dan gejalanya adalah sensasi terbakar, sekret mata berlendir, merah, fotofobia. Tepi palpebra eritematosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papila halus, namun papila raksasa tidak berkembang seperti keratokonjungtivitis vernal, dan sering terdapat ditarsus inferior, berbeda dengan papila raksasa pada keratokonjungtivitis vernal yang terdapat ditarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit seperti eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulang kali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi dan ketajaman penglihatan menurun, penyakit ini mungkin sampai keratokonus.
          Biasanya ada riwayat alergi pada pasien atau keluarga. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopik sejak bayi. Parut pada lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopik berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti pada konjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung tidak aktif jika pasien berusia lebih dari 50 tahun.
          Penanganan keratokonjungtivitis atopik sering mengecilkan hati. Setiap infeksi sekunder harus diobati. Harus diusahakan kontrol lingkungan. Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg dua kali sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari) atau hydroxyzine 50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat anti radang nonsteroid yang baru seperti ketorolac, iodoxamide ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan tajam penglihatan.
Konjungtivitis Papilaris Raksasa
          Konjungtivitis papilaris raksasa dengan tanda dan gejala mirip pada konjungtivitis vernal dapat timbul pada pasien yang memakai mata buatan dari plastik atau lensa kontak. Ini mungkin penyakit hipersensitivitas tipe lambat yang kaya basofil, mungkin dengan komponen IgE humoral. Mengganti plastik dengan kaca untuk prostesis mata dan memakai kaca mata daripada lensa kontak biasanya menyembuhkan. Jika tetap ingin memakai lensa kontak,diperlukan tindakan tambahan. Perawatan lensa kontak yang baik, termasuk agen-agen bebas pengawet sangat penting. Disinfektan hidrogen peroksida dan pembersihan lensa kontak enzimatik juga menolong. Jika semua gagal, pemakaian lensa kontak harus dihentikan.
Konjungtivitis Iatrogenik
          Konjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan oleh dokter. Berbagai obat dapat memberikan efek samping pada tubuh, demikian pula pada mata yang dapat terjadi dalam bentuk konjungtivitis.
Sindrome Steven Johnson
          Suatu penyakit eritem multiform yang berat (mayor). Penyakit ini ditemukan pada orang muda usia sekitar 35 tahun. Penyebabnya diduga suatu reaksi alergi pada orang yang mempunyai predisposisi alergi terhadap obat-obat sulfonamid, barbiturat, salisilat. Ada yang beranggapan penyakit ini idiopatik dan sering ditemukan sesudah suatu infeksi herpes simplek.
          Kelainan ditandai dengan lesi pada kulit dan mukosa. Kelainan pada kulit berupa lesi eritem yang dapat timbul mendadak dan tersebar secara simetris. Mata merah dengan demam dan kelemahan umum dan sakit pada sensi merupakan keluhan penderita dengan sindrom ini. Sindrom ini disertai gejala vesikel pada kulit, bula,stromatitis ulseratif. Pada mata terdapat vaskularisasi kornea, parut konjungtiva, konjungtiva kering, simblefaron, tukak dan perforasi kornea dapat memberikan penyulit endoftalmitis. Kelainan mukosa dapat berupa konjungtivitis pseudomembran. Pada keadaan lanjut dapat terjadi kelainan, yang sangat menurunkan penglihatan.
          Pengobatan bersifat simtomatik dengan pengobatan umum berupa kortikosteroid sistemik dan infus cairan antibiotik. Pengobatan lokal pada mata berupa pembersihan sekret yang timbul, midriatika, steroid topikal tidak banyak berpengaruh dan penggunaan berkepanjangan akan berakibat perlunakan dan perforasi kornea. , dan mencegah simbleferon. Pemberian kortikosteroid harus hati-hati terhadap adanya herpes simplek.
8.             Konjungtivitis Ringan Sekunder Terhadap Blefaritis Kontak.
Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropin, neomicyne, antibiotik spektrum luas dan medikasi topikal lain sering diikuti konjuntivitis infiltratif ringan yang menimbulkan hiperemia, hipertrofi papiler ringan, sekret mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan dengan pulasan Giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitelmati, sedikit sel polimorfonuklear tanpaeosinofil.
Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkanya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topikal, namun pemakaian harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada papebra dapat menimbulkan gloukoma steroid dan atrofi kulit dengan telangiektasis.
9.             Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
Konjungtivitis Sicca (Dry Eyes)
Keratokonjungtivitis sicca adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya fungsi air mata. Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:
·      Defisiensi komponen air mata, misalnya blefaritis menahun,distikiasis, dan akibat pembedahan kelopak mata.
·      Defisiensi kelenjar air mata: sindrome Sjogren, sindrom Riley Day, alakrimia kongenital, aplasi kongenital saraf trigeminus, sarkoidosis, limfoma kelenjar air mata, obat diuretik, atropin dan usia tua.
·      Defisiensi komponen musin: Benign ocular pemfigoid
·      Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neuroparalitik, hidup digurun pasir, keratitis logaftalmus.
·      Karena parut pada kornea atau hilangnya mikrofili kornea.
Manifestasi Klinis berupa gatal, mata seperti berpasir, silau, dan kadang-kadang penglihatan kabur. Terdapat gejala sekresi mucus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering, dan terdapat erosi kornea. Edema konjungtiva bulbi, hiperemis, menebal dan kusam. Komplikasinya berupa ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan noevaskularisasi kornea. Pengobatan dengan cara diberikan air mata buatan seumur hidup dan diobati penyakit yang mendasarinya. Sebaiknya diberikan air mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat toksik bagi kornea dan dapat menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi bedah untuk mengurangi drainase air mata melalui oklusi pungtum dengan plug silicon atau plug kolagen.
Pemphigoid Sikatrikal
            Penyakit ini biasanya mulai sebagai konjungtivitis menahun nonspesifik yang resisten terhadap terapi. Mungkin hanya konjungtiva yang terkena atau bersama mulut, hidung, esophagus, vulva, dan kulit. Konjungtivitis berakibat parut pogresif, penutupan forniks-forniks (terutama forniks inferior) dan entropion dengan trikiasis. Pasien mengeluh sakit, iritasi dan penglihatan kabur. Kornea terlihat karena ada trikiasis dan film air mata prekorneal kurang. Penyakit ini lebih berat pada wanita daripada pria. Pemfigoid sikatrik khas penyakit usia pertengahan, jarang sebelum usia 45 tahun. Pada wanita penyakit ini dapat berlanjut sampai berakibat kebutaan dalam satu tahun atau kurang; pada pria jalanya penyakit lebih lambat, dan kadang-kadang terjadi remisi spontan.
            Pengobatan selalu harus dimulai pada tahap dini, sebelum terjadi parut yang berarti. Pada umumnya, perjalananya panjang dan prognosisnya buruk, dengan hasil terakhir kebutaan akibat symblepharon total dan pengeringan kornea.   
10.         Defisiensi Vitamin A
Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi kekurangan yang disertai kelainan pada mata umumnya terdapat pada anak berusia 6 bulan sampai 4 tahun. Biasanya pada anak ini juga terdapat kelainan protein kalori malnutrisi. Kekurangan vitamin A juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan atau penyakit gastrointestinal dan sirosis hepatis. Sehingga kekurangan vitamin A  dapat disebabkan : primer, dimana kurang vitamin A dalam diet; sekunder, dimana absorbsi usus tidak baik.
   Pasien mengeluh mata kering, seperti kelilipan, sakit, buta senja, dan penglihatan akan turun perlahan. Terdapat 2 kelainan vitamin A yaitu niktalopia dan atrofi serta keratinisasi jaringan epitel dan mukosa. Pada keratinisasi didapatkan xerosis konjungtiva, bercak Bitot, xerosis kornea, tukak kornea dan berakhir dengan keratomalasia. Pada keadaan ini akan terlihat ketidakmampuan air mata membasahi air mata, walaupun padapemeriksaan Schimer terlihat jumlah air mata cukup. Hal ini mungkin disebabkan kerusakan sel Goblet sehingga hasil musin kurang.
   Pengobatan dengan pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam 1-2 minggu. Dianjurkan bila diagnosis defisiensi vitamin A dibuat maka diberikan vitamin A 200000 IU per oral pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan protein kalori malnutrisi dengan menambah vatamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi pasien.
11.         Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
Konjungtivitis Iatrogenik Akibat Pemberian Obat Topikal
          Konjungtivitis folikuler toksik atau konjungtivitis non spesifik infiltratif, yang diikuti pembentukan parut, seringkali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycine, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahan pengawet atau vehicel toksik atau yang menimbulkan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan kedalam saccus konjungtiva saat lahir (profilaksis Crede’) sering menjadi penyebab konjungtivitis kornea ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang kontinue, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam sacus konjungtiva.
          Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut dan lunak atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.


Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
          Asam, alkali, asap, angin, dan hampir setiap substansi iritan yang masuk ke sacus konjungtiva. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodoran, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up (mascara dll) dan berbagai asam dan alkali. Didaerah tertentu, asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatanya non spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun.
          Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efeknya langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap didalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlengkatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra (symblepharon) dan leukoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun gejala utama bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkap.
          Pembilasan segera dan menyeluruh sacus konjungtiva dengan air atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat  harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simptomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam. Teteskan atropin 1% dua kali sehari dan beri analgetik sistemik kalau perlu.     
Konjungtivitis Karena Bulu Ulat (oftalmia nodosum)
          Kadang-kadang bulu ulat masuk kedalam sacus konjungtiva dan menimbulkan satu atau lebih granuloma (oftalmia nodosum). Dengan pembesaran, setiap granuloma tampak mengandung sebuah badan asing kecil. Mengeluarkan bulu mata satu persatu adalah efektif. Jika tertinggal satu bulu, dapat terjadi infasi pada sklera dan traktus uveal.
12.         Konjungtivitis Yang Tidak Diketahui Penyebabnya
Folikulosis
          Folikulosis adalah gangguan konjungtiva non radang jinak, bilateral dan tersebar luas  yang ditandai hipertrofi folikuler. Keadaan ini lebih umum pada anak-anak daripada orang dewasa, dan gejalanya minimal. Folikelnya lebih banyak didalam culdesac inferior daripada superior dan dikonjungtiva tarsalis. Tidak ada radang atau hipertropi papiler, dan tidak timbul komplikasi.
          Tidak ada pengobatan untuk folikulosis, karena akan menghilang spontan setelah berlangsung 2-3 tahun. Penyebabnya tidak diketahui, namun folikulosis mungkin hanya manifestasi dari hipertrofi adenoid generalisata.
Konjungtivitis Folikuler Menahun (konjungtivitis Axenfeld)
          Konjungtivitis folikuler menahun adalah penyakit anak-anak yang menular dan bilateral, ditandai oleh banyak folikel dikonjungtiva tarsal superior dan inferior. Terdapat sedikit sekali eksudat konjungtiva dan radang, tanpa komplikasi. Pengobatan tidak efektif, tetapi penyakit ini sembuh sendiri dalam 2 tahun.

Rosacea Okuler
          Adalah komplikasi acne rosacea yang sering terjadi pada orang kulit putih daripada orang kulit gelap. Biasanya berupa blefarokonjungtivitis, namun kadang-kadang kornea juga dapat terkena. Pasien mengeluh hiperemia ringan dan iritasi. Seringkali terdapat bersama blefaritis stafilokokus. Pembuluh darah tepi palpebra melebar, konjungtiva hiperemia terutama daerah intrapalpebra yang terpapar. Jarang dijumpai konjungtivitis noduler dengan noduli kecil pada konjungtiva bulbi, dekat limbus yang mungkin ulserasi superficial.
          Pengobatan adalah menghindari makanan pedas dan minuman beralkohol, yang menyebabkan dilatasi pembuluh daerah muka. Setiap infeksi stafilokokus sekunder harus diobati. Tetracyclin atau doxycycline oral sering menolong, mungkin diperlukan dosis maintenance yang lebih kecil untuk mengendalikan penyakit ini.
Psoriasi
          Psoriasis vulgaris umumnya mengenai daerah-daerah kulit yang tidak terpapar terhadap matahari, namun pada sekitar 10% kasus, lesi muncul dikulit palpebra, dan plak dapat meluas kekonjungtiva, tempat mereka menimbulkan iritasi, sensai benda asing, dan berair mata. Psoriasis dapat pula menyebabkan konjungtivitis menahun nonspesifik bersekret mukoid cukup banyak. Kornea jarang sekali menunjukkan ulkus marginal atau kekeruhan bervaskuler dalam.
          Lesi konjungtiva dan kornea mengikuti besar kecilnya lesi dikulit dan tidak dipengaruhi terapi spesifik. Pada kasus jarang terdapat parut konjungtiva (symblefpharon, trikiasis), parut kornea dan penutupan duktus nasolakrimalis.
Dermatitis Herpetiformis
          Adalah penyakit kulit yang jarang dan ditandai kelompokan lesi vaskuler, papulovesikuler, eritematosa atau bulosa simetris. Penyakit ini memiliki tempat predileksi dilipatan aksila posterior, daerah sakral, bokong, dan lengan bawah. Gatalnya sering hebat, kadang-kadang timbul konjungtivitis pseudomembranosa yang berakibat luka parut yang mirip pada pemfigoid membran mukosa ringan. Erupsi kulit dan konjungtiva umunya berespon terhadap sulfone sistemik atau sulfapyridine.
Epidermolisis Bullosa
          Merupakan penyakit herediter yang jarang dan ditandai dengan vesikel, bula, dan kista epidermal. Lesi terutama timbul pada permukaan ekstensor sendi dan daerah lain yang terpapar terhadap trauma. Jenis distrofi berat yang berakibat parut dapat juga menimbulkan parut konjungtiva mirip yang terlihat pada dermatitis herpetiformis dan pemfigoid membran mukosa jinak. Tidak ada pengobatan yang memuaskan.
Keratokonjungtivitis Limbik Superior
          Umumnya bilateral dan terbatas pada tarsus superior dan limbus superior. Keluhan utama adalah iritasi dan hiperemia. Tandanya adalah hipertrofi papiler tarsus superior, kemerahan pada konjungtiva bulbi superior, keratitis epitelial, filamen superior rekurens dan mikropanus superior.
          Pada sekitar 50% dihubungkan dengan abnormalitas kelenjar tiroid. Dengan meneteskan perak nitrat 0.5% atau 1% pada konjungtiva palpebra superior dan membiarkan tarsus jatuh kembali kelimbus superior umumnya mengelupaskan sel-sel berkeratin dan membebaskan dari gejala selama 4-6 minggu, terapi ini dapat diulangi. Tidak ada komplikasi dan penyakit ini umumnya berjalan selama 2-4 tahun.
Konjungtivitis Ligneosa
          Adalah konjungtivitis membranosa atau pseudomembranosa, bilateral, menahun, atau sering kambuh yang muncul diawal kehidupan, terutama pada anak-anak gadis dan sering menetap selama bertahun-tahun. Sering disertai granuloma, dan palpebra teraba sangat keras. Cyclosporin adalah terapi yang efektif, seperti disarankan dalam laporan akhir-akhir ini.
Sindrom Reiter
          Trias manifestasi klinik adalah uretritis non spesifik, artritis, dan konjungtivitis atau iritis dan membentuk sindrome Reiter. Penyakit ini jauh sering dijumpai pada pria daripada wanita. Konjungtivitisnya berjenis papiler dan biasanya bilateral. Kerokan konjungtiva mengandung sel PMN. Pada biakan tidak tumbuh bakteri. Biasanya artritis padasendi penahan beban. Tidak ada terapi yang memuaskan, walaupun agen anti radang nonsteroid mungkin efektif. Kortikosteroid membantu iridosiklitis. Penyakit ini berhubungan dengan antigen HLA-B27.
Sindrom Limfonodus Mukokutaneus (Penyakit Kawasaki)
          Penyakit yang tidak diketahui penyebabnya ini pertama kali ditemukan dijepang pada tahun 1967. Konjungtivitis adalah salah satu dari enam ciri diagnosisnya. Yang lainnya adalah demam yang tidak berespon dengan antibiotik, perubahan pada bibir dan rongga mulut, perubahan pada tungkai seperti eritem pada telapak tangan dan kaki, edema induratif, dan deskuamasi membran pada ujung-ujung jari, eksantema polimorf dibadan dan pembengkakan non purulen akut limfonodus leher. Penyakit ini hampir selalu pada anak-anak prapubertas, dengan angka kematian 1-2% karena gagal jantung. Konjungtivitisnya tidak berat dan tidak dilaporkan pada lesi kornea. Terapinya hanya suportif.
13.         Konjungtivitis Yang Berhubungan Dengan Penyakit Sistemik
Konjungtivitis Pada Penyakit Tiroid
          Pada penyakit Graves orbital, konjungtivitis mungkin merah dan kemotik dan mata berair. Dengan berkembangnya penyakit, kemosis bertambah dan pada kasus lanjut konjungtiva yang kemotik mungkin menonjol keluar diantara papebra.
          Terapi diarahkan pada pengendalian penyakit tiroid, dan segala usaha untuk melindungi konjungtiva dan kornea dengan salep lunak, adhesi papebra secara bedah (tarsorhaphy) jika perlu atau bahkan dengan kompresi orbital jika papebra tidak menutupi kornea dan konjungtiva.
Konjungtivitis Gout
          Pasien gout sering mengeluh ”mata panas” selama serangan. Pada pemeriksaan ditemukan konjungtivitis ringan, yang lebih ringan dugaan berdasarkan gejalanya. gout mungkin juga disertai episkleritis dan skleritis, iridosiklitis, keratitis urika, kekeruhan vitreus, dan retinopati. Pengobatan diarahkan pada pengendalian serangan gout dengan colchicine dan allopurinol.



Konjungtivitis Karsinoid
          Pada karsinoid, konjungtiva kadang-kadang mengalami kongesti dan sianotik sebagai akibat disekresinya serotonin oleh sel-sel kromafin disaluran gastrointestinal. Pasien mungkin mengeluh ”mata panas” selama serangan.
14.         Konjungtivitis Pada Dakriosistisis Atau Kanalikulitis
Konjungtivitis Pada Dakriosistisis
          Konjungtivitis pneumokokus (sering unilateral dan tidak responsif terhadap terapi) dan konjungtivitis streptokokus β hemolitikus (sering hiperakut atau purulen), keduanya mungkin sekunder terhadap dakriosistisis menahun. Sifat dan sumber konjungtivitis keduanya sering terlewatkan sampai sistem lakrimalnya.
Konjungtivitis Pada Kanalikulitis
          Kanalikulitis akibat infeksi kanalikuler  oleh Actinomyces israelii atau candida spp (atau, sangat jarang, Aspergilus spp) dapat menyebabkan konjungtivitis mukopurulen, unilateral, sering menahun. Sumber keadaan ini sering tidak diketahui hingga terlihat punctum menonjol, dan hiperemik khas. Pemerasan kanalikulus (atas atau bawah, tergantung yang terkena) bersifat kuratif, asalkan seluruh konkremen diangkat.
          Kerokan konjungtiva menampakkan banyak sekali sel polimorfonuklear. Hasil biakan (kecuali anaerobik) biasanya negatif. Candida dengan mudah tumbuh pada media biakan biasa, namun hampir semua infeksi disebabkan oleh A. Israelii, yang memerlukan medium anaerobik.
BAB III
KESIMPULAN
·      Diagnosis konjungtivitis adalah berdasarkan kondisi pasien. Diagnosis dapat dibuat pada pasien dengan keluhan mata merah dan terdapat discharge hanya pada visus normal dan tidak mempunyai  gejala dari keratitis, iritis,  atau glaucoma.
·      Konjungtivitis dibedakan menjadi konjungtivitis infeksius (bakteri atau virus) atau non infeksius (alergi, toxic, dryness dan lainya).
·      Paling banyak infeksi konjungtivitis mungkin adalah karena virus, meskipun konjungtivitis bacterial lebih umum pada anak-anak daripada dewasa.
·      Konjungtivitis virus dan bakteri mempunyai resiko menular sangat tinggi.
·      Semua etiologi dari konjungtivitis mempunyai gejala mata tidak dapat dibuka atau terekat pada pagi hari.
·      Diagnosis konjungtivitis bakterial dapat dibuat dari pasien dengan tanda secret atau discharge purulen dan berlangsung dalam beberapa hari. Discharge dapat menyeluruh pada mata atau hanya pada sudut mata saja.
·      Konjungtivitis bakterial biasanya unilateral tetapi dapat juga bilateral.
·      Spesies Neisseria biasanya menyebabkan konjungtivitis bacterial hiperakut  dan mengancam penglihatan, maka perlu segera dilakukan pengobatan mata.
·      Jenis konjungtivitis virus memperlihatkan adanya injeksi, secret serous atau mukoid, dan perasaan panas, seperti berpasir, dan berawal hanya pada satu mata.
·       Infeksi virus melibatkan pada mta kedua dalam 24-48 jam, meskipun hanya unilateral dan tidak memperlihatkan suatu proses infeksi virus. Dan mempunyai secret mukoid, mata susah dibuka, merah pada sudut mata. Biasanya memperlihatkan air mata yang mengandung secret. Pada konjungtiva tarsal mempunyai tampilan folikel-folikel yang besar. Dan biasanya disertai dengan penyakit common cold. Gejala tampak setelah 3 sampai 5 hari, dan penyakit berangsur-angsur mengalami perbaikan dalam dua minggu dan total pada tiga minggu.
·      Konjungtivitis alergi mempunyai tipikal merah pada kedua mata, berair, dan gatal. Gatal adalah tanda alergi, panas, atau iritasi.
·      Pasien konjungtivitis alergi mempunyai riwayat atopi, alergi bersifat musiman, atau alergi spesifek (seperti makanan dll).
·      Konjungtivitis non infeksi lainya memperlihatkan mata merah dan discharge mukoid. Biasanya akibat proses kimia, atau kurang produksi air mata.
·      Konjungtivitis klamidia dibagi menjadi dua yaitu trakoma dan konjungtivitis inklusi.
·      Konjungtivitis jamur infeksi yang jarang terjadi disebabkan oleh Candida spp, Sporothrix schenckii, Rhinosporidium seeberi, Coccidioides immitis umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes atau pasien terganggu kekebalannya.
·      Selain macam-macam konjungtivitis diatas masih ada jenis konjungtivitis yang lain seperti konjungtivitis Rickettsia, parasit atau cacing, konjungtivitis akibat penyakit autoimun, konjungtivitis kimia atau iritatif, konjungtivitis yang tidak diketahui penyebabnya, konjungtivitis pada dakriosistisis atau kanalikulitis, dan konjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.      Al-Ghozi, M. 2002. Konjungtivitis, dalam, Buku Ajar Oftalmologi. FKUMY. Jogjakarta: 54-59
2.      Anonym. 2006. Conjunctivitis. Mc Kinley Health Center. http://www.mckinley.vive.edu
3.      Ilyas, S. 2005. Ilmu Penyakit Mata. 3rd (ed). FKUI. Jakarta
4.      Ivan, R., Schwab, MD., Chandler, R., dan Dawson, MD., 2000, General Ophthalmology, Dalam, Vaughan, G., Asburg, T., Riordan, P., (eds), Oftalmology Umum, 14nd (ed), Widya Medika, Jakarta : 99-128
5.      Jacobs, D., 2006. Conjunctivitis . UpToDate.
   http://www.uptodate.com
6.      Silverman, N. 2007. Conjunctivitis. http://www.merck.com
7.      Stoppler, M. C. 2005. Pink Eye (Conjunctivitis).
8.      Suharjo. 2005. Konjungtivitis Lendir. http://www.yahoosearch.com/Konjungtivitis_Lendir
9.      Wijana, N. 1993. Konjungtivitis, dalam Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Jakarta : 46-69

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template