Sabtu, 16 Juli 2011

Dermatitis Atopik

BAB I
PENDAHULUAN

       Dermatitis Atopik (DA) merupakan dermatitis yang bersifat kronik, residif, distribusi simetris biasanya terjadi pada individu dengan riwayat gangguan alergi pada keluarga atau gangguan alergi pada individu tersebut (Mulyono, 1986).
       Penyakit DA merupakan bentuk ekzema yang paling sering dijumpai dan menyerang 2-3% anak-anak di seluruh dunia (Mahadi, 2000).
       Penyebab DA secara pasti belum diketahui, tetapi faktor keturunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit ( Siregar, 2004).
        Konsep Atopi menurut Coca, 1931 (cit. Soedarmadi, 1986) adalah bentuk hipersensitivitas herediter yang berkaitan dengan asma dan hay fever. Diketahui kemudian oleh Pepsy dan Parish tahun 1979 bahwa pada penderita DA terjadi kenaikan Imunoglobulin E (Ig E) total dalam serum dan Ig E antibody terhadap common environmental allergen  (Soedarmadi, 1986).
        
Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik menurut Hanifin dan Rajka pada tahun 1980 yang sampai sekarang masih digunakan. Beberapa kriteria diagnostik lain yaitu kriteria Svenssons dan yang terbaru adalah kriteria William dkk. pada tahun 1994 ( Kariosentono, 2006). Penjelasan mengenai kriteria tersebut diatas akan dibahas lebih lanjut dalam bab selanjutnya.
        Dengan berkembangnya pengetahuan mengenai patogenesis DA, banyak pengobatan yang telah dicoba digunakan dengan hasil yang bervariasi, namun pengobatan tersebut belum dapat dianjurkan untuk diberikan kepada sebagian besar penderita DA karena kortikosteroid topikal dan kelembababan kulit masih merupakan pengobatan utama. Namun pada perjalanan dari penyakit ini dapat juga diberikan pengobatan imunosupresan topikal nonsteroid , yang merupakan pengobatan lama dalam terapi DA. Kalsineurin topikal inhibitor adalah bagian penting dari pengobatan karena manjur untuk DA, berperan kuat pada percobaan klinik dan penggunaan ekstensif di klinik. Pimekrolimus merupakan askomisin dengan kalsineurin inhibitor potensial diberikan khusus untuk mengobati keadaan kulit yang meradang, hal ini merupakan hasil penelitian dari ratusan perusahaan farmasi (Amiruddin, 2005).


                                                                  BAB II
     TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dermatitis Atopik
II.1.1 Definisi
Dermatitis Atopik (DA) merupakan dermatitis yang bersifat kronik, residif, distibrusi simetris, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat gangguan alergi pada keluarga atau individu tersebut (Mulyono, 1986).
Dermatitis Atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis residif, disertai rasa gatal yang berhubungan dengan riwayat atopi (Djuanda dan Sularsito, 2001). Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh Cocca, 1931, yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya: asma bronchial, rhinitis alergika dan konjungtivitis alergika  (Djuanda dan Sularsito, 2001).
Dermatitis Atopik (DA) adalah inflamasi kulit dengan etiologi yang belum diketahui, berhubungan dengan keadaan atopi, timbul pada masa bayi atau anak serta dapat berlanjut pada usia dewasa dengan tanda khas berupa rasa gatal dan predileksi lesi sesuai umur penderita (Kariosentono, 2006).

II.1.2 Etiologi
Penyebab DA belum diketahui, terdapat 2 teori yang menjelaskan etiologi DA. Teori pertama menyatakan DA merupakan akibat defisiensi imunologik yang didasarkan pada kadar Imunoglobulin E (Ig E) yang meningkat dan indikasi sel T yang berfungsi kurang baik. Sedangkan teori kedua menyatakan adanya blokade reseptor beta adrenegik pada kulit. Namun, kedua teori tersebut tidak adekuat untuk menjelaskan semua aspek penyakit DA (Mulyono, 1986).

II.1.3 Epidemiologi
Jumlah penderita DA pada anak di Iran dan China sekitar 2%, di Amerika, Australia, England dan Scandinavia jumlahnya lebih tinggi, mencapai hingga 20% (Simmons, 2004).


II.1.4 Klasifikasi Dermatitis Atopik
Berdasarkan usia kejadian DA dibagi menjadi 3 tipe (Mulyono, 1986), yaitu :
1.      Tipe Infantil (usia 2 bulan – 2 tahun).
2.      Tipe anak-anak (usia 2 – 10 tahun).
3.      Tipe dewasa (17 -25 tahun).
Sedangkan  Djuanda dan Sularsito tahun 2002, membagi usia pada tipe DA menjadi :
1.        Bentuk Infantil (usia 2 bulan – 2 tahun).
2.        Bentuk anak ( usia 3 tahun – 11 tahun).
3.        Bentuk remaja dan dewasa ( 12 tahun – 30 tahun).
II.1.5. Gambaran klinis Dermatitis Atopik
Bentuk klinis DA berbeda menurut fase umur penderita. Dikenal 3 fase dengan gambaran klinik masing-masing fase berbeda (Moelyono, 1986) :
1.      DA tipe infantil.
Biasanya timbul pada usia 2 bulan sampai usia 2 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada usia 2-3 minggu. Bentuk yang paling sering adalah bentuk basah. Mula-mula berupa papula milier kemudian timbul eritem, papulovesikel yang bila pecah akan menimbulkan erosi dan eksudasi. Biasanya terjadi pada muka terutama pipi, dapat meluas ke dahi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan, ekstremitas bagian ekstensor dan bokong. Bentuk lain yang jarang terjadi adalah bentuk kering. Kelainan dapat berupa papula kecil, skuama halus, likenifikasi dan erosi. Biasanya terjadi pada anak yang lebih besar. Eksaserbasi bisa terjadi karena tindakan vaksinasi, makanan, bulu binatang atau perubahan suhu.
2.      DA tipe anak-anak.
Timbul pada usia 2 tahun sampai 10 tahun. Kelainan dapat berupa papula, likenifikasi, skuama, erosi dan krusta. Biasanya terjadi pada fossa poplitea, antekubiti, pergelangan tangan, muka dan leher. Eksaserbasi tipe anak lebih sering karena iritasi dan kadang-kadang karena makanan.
      Stigmata Atopik pada anak (Soedarmadi, 1986) :
1.      Temperamen, anak tak pernah diam, iritabel dan agresif.
2.      Lipatan bawah mata ( tanda Dennie-Morgan ).
3.      Penipisan alis bagian lateral ( tanda Hertoghe ).
4.      Kulit kering atau xerotik.
5.      Pitiriasis alba.
6.      Keratosis pilaris.
7.      Muka pucat ( paranasal dan periorbita ).
8.      Lipatan garis tangan berlebihan.
9.      Keratokonus dan katarak juvenile.
10.  Mudah terkena infeksi.
Di samping stigmata tersebut Soedarmadi (1986) juga mengemukakan bentuk  atipik pada anak :
1.      Bentuk numular lebih eksudatif ditemukan bila terjadi infeksi sekunder, kadang-kadang dengan kelainan pada kuku, dikemukakan oleh Champion dan Parish, 1979.
2.      Peridigitalis dermatitis, lesi kering berskuama dan kedua ibu jari dan kulit di sekitarnya.
3.      Bentuk folikuler.
4.      Bentuk yang menyerupai prurigo, bentuk ini terdapat lebih banyak pada daerah tropik, dikemukakan oleh Canisares, 1982.
  3. DA tipe Dewasa :
Kelainan yang ditemukan berupa bercak kering dengan likenifikasi, skuama halus dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Biasanya terjadi pada daerah ekstremitas bagian fleksor, leher, dahi dan mata. Eksaserbasi pada DA tipe dewasa sering terjadi karena tekanan mental, iritasi dan makanan.
II.1.6. Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopik
Kriteria diagnostik DA pada mulanya didasarkan atas fenomena klinis yang menonjol, yaitu gejala gatal. George  Rajka menyatakan bahwa diagnosis DA tidak dapat dibuat tanpa adanya riwayat gatal. Kemudian pada tahun 1980 Hanifin dan Rajka membuat kriteria diagnostik DA yang masih sering digunakan hingga saat ini ( Kariosentono, 2006).
Kriteria Diagnostik DA menurut Hanifin dan Rajka, 1980 (cit. Kariosentono, 2006) :
A.    Kriteria Mayor :
·         Pruritus ( gatal ).
·         Morfologi sesuai umur dan distribusi lesi yang khas.
·         Bersifat kronik eksaserbasi.
·         Ada riwayat atopi individu atau keluarga.
B.     Kriteria Minor :
·         Hiperpigmentasi daerah periorbita
·         Tanda Dennie-Morgan
·         Keratokonus
·         Konjungtivitis rekuren
·         Katarak subkapsuler anterior
·         Cheilitis pada bibir
·         White dermatographisme
·         Pitiriasis Alba
·         Fissura pre aurikular
·         Dermatitis di lipatan leher anterior
·         Facial pallor
·         Hiperliniar palmaris
·         Keratosis palmaris
·         Papul perifokular hiperkeratosis
·         Xerotic
·         Iktiosis pada kaki
·         Eczema of the nipple
·         Gatal bila berkeringat
·         Awitan dini
·         Peningkatan Ig E serum
·         Reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2)
·         Kemudahan mendapat infeksi Stafilokokus dan Herpes Simpleks
·         Intoleransi makanan tertentu
·         Intoleransi beberapa jenis bulu binatang
·         Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi
·         Tanda Hertoghe ( kerontokan pada alis bagian lateral).
Untuk membuat diagnosis DA berdasarkan kriteria menurut Hanifin dan Rajka diatas dibutuhkan sedikitnya 3 kriteria mayor ditambah 3 atau lebih kriteria minor.
Kriteria Diagnostik DA yang lain adalah kriteria diagnostik menurut Svensson, 1985 (cit. Harahap, 2000) yang membagi kriteria menjadi 3 kelompok :
Kelompok kesatu ( nilai 3) :
1.      Perjalanan penyakit dipengaruhi musim
2.      Xerosis
3.      Diperburuk dengan tegangan jiwa
4.      Kulit kering secara berlebihan dan terus menerus
5.      Gatal pada kulit yang sehat apabila berkeringat
6.      Serum Ig E 80 IU/ml
7.      Menderita Rinitis Alergika
8.      Riwayat rinitis alergika pada keluarga
9.      Iritasi dengan tekstil
10.  Hand Ekzema pada waktu anak-anak
11.  Riwayat dermatitis atopik pada keluarga
Kelompok kedua (nilai 2) :
1.      Kulit muka pucat/ kemerahan (pallor)
2.      Knuckle dermatitis (dermatitis dengan likenifikasi pada jari-jari)
3.      Menderita asma
4.      Keratosis pilaris
5.      Alergi terhadap makanan
6.      Dermattitis numularis
7.      Nipple eczema
Kelompok ketiga (nilai 1) :
1.      Pompholyx
2.      Iktiosis
3.      Dennie-morgan
Dalam menegakkan diagnosis DA berdasarkan kriteria Svennson, pasien harus memiliki dermatitis di daerah fleksural kronik yang hilang timbul ditambah dengan memiliki 15 nilai dari sistem skor Svennson. Kriteria Diagnostik DA menurut William tahun 1994 (cit. Mahadi, 2000) :
Harus ada :  Rasa gatal ( pada anak-anak dengan bekas garukan). Ditambah 3 atau lebih:
1.      Terkena pada daerah lipatan siku, lutut, di depan mata kaki atau sekitar leher (termasuk pipi pada anak di bawah 10 tahun).
2.      Anamnesis ada riwayat atopi seperti asma atau hay fever (ada riwayat penyakit atopi pada anak-anak).
3.      Kulit kering secara menyeluruh pada tahun terakhir.
4.      Ekzema pada lipatan (termasuk pipi, kening, badan luar pada anak <4 tahun).
5.      Mulai terkena pada usia dibawah 2 tahun (tidak digunakan pada anak <4 tahun).
II.1.7. Pemeriksaan Penunjang DA
Pemeriksaan Penunjang DA menurut Mulyono tahun 1986 :
1.      Pemeriksaan darah tepi : ditemukan adanya eosinofilia.
2.      Pemeriksaan imunologi : didapatkan kadar Ig E  yang meningkat.
Pemeriksaan Penunjang DA menurut Siregar tahun 1995 :
1.      White dermatographisme : untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit.
2.      Percobaan Asetilkolin : akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang tampak sebagai garis pucat selama 1 jam.


II.1.8. Diferential Diagnosis DA menurut Djuanda dan Sularsito tahun 2002 :
1.      Dermatitis Seboroik Fasii : Dermatitis seboroik pada muka mirip dengan dermatitis atopik tipe infant. Pada Dermatitis seboroik ditemukan skuama kekuningan dan berminyak pada daerah alis mata dan lipatan nasolabial. Pada DA lesi ditemukan biasanya pada pipi dan simetris.
2.      Neurodermatitis Sirkumskripta (Liken Simpleks Kronikus) : Pada DA tipe anak dan dewasa. Neurodermatitis Sirkumskripta dan DA sama-sama terasa gatal. Predileksi DA pada lipat siku, lipat lutut (fleksor) dan tengkuk. Predileksi neurodermatitis Sirkumskripta pada siku, punggung kaki (ekstensor) dan tengkuk. Pada DA biasanya sembuh setelah umur 30 tahun sedangkan neurodermatitis sirkumskripta dapat berlanjut sampai tua.
3.      Dermatitis Kontak Alergika : Lokasi pada semua bagian tubuh yang tekena bahan kontaktan. Lesi eritema bentuk numular hingga plakat, papula dan vesikel berkelompok disertai erosi. Terjadi pada semua umur.
4.      Dermatitis Numularis : Lesi eritematosus eksudatif berbentuk koin pada ekstremitas bagian ekstensor, bokong dan bahu disertai dengan Koebner fenomena. Lebih sering dijumpai pada pria dewasa.
II.1.9. Penatalaksanaan DA.
       Pengobatan DA tidak bersifat menghilangkan penyakit tapi untuk menghilangkan gejala dan mencegah kekambuhan.
      Secara konvensional pengobatan DA pada umumnya menurut Boguniewicz & Leung tahun 1996 (cit.Kariosentono, 2006) adalah sebagai berikut :
1.      Menghindari bahan iritan : bahan seperti sabun, detergen, bahan kimiawi karena penderita DA mempunyai nilai ambang rendah dalam merespon berbagai iritan.
2.      Mengeliminasi alergen yang telah terbukti : pemicu kekambuhan yang telah terbukti misal makanan, debu rumah, bulu binatang dan sebagainya harus disingkirkan.
3.      Mengurangi stress : stress pada penderita DA merupakan pemicu kekambuhan, bukan sebagai penyebab.
4.      Pemberian pelembab kulit dan menghilangkan pengeringan kulit : pemakaian pelembab dapat mempebaiki barier stratum korneum.
5.      Kortikosteroid topikal : sebagai anti inflamasi dann anti pruritus,dipilih yang potensinya paling lemah yang paling efektif untuk menghindari efek samping berupa atrofi, teleangiektasi, striae dan takifilaksi.
6.      Antibiotik : ditujukan pada DA dengan infeksi sekunder
7.      Antihistamin : Antihistamin digunakan sebagai antipruritus yang cukup memuaskan dan banyak digunakan untuk terapi DA.
II.1.10. Prognosis
           Tujuh puluh lima persen DA tipe infantil dan anak akan sembuh spontan pada umur 10-14 tahun menurut Gigli dan Baer tahun 1979 (cit. Soedarmadi, 1986). Sebagian akan berkesinambungan dengan kulit yang sensitif dan cenderung terjadi DA akibat iritan primer yang mudah terkontrol menurut Emerson tahun 1979 (cit. Soedarmadi, 1986).
II.2. Imunomodulator Topikal
       Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin yaitu imunomodulator golongan  makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil fermentasi Streptomyces hygroscopicus var. Ascomyceticus. Cara kerja sangat mirip siklosporin dan takrolimus yang dihasilkan dari streptomyces tsuku-baensis, walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu bekerja sebagai pro-drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik imunofilin. Reseptor imunofilin untuk untuk askomisin adalah makrofilin-12. Ikatan askomisin pada makrofilin-12 dalam sitoplasma sel T, akan menghambat calcineurin (suatu molekul yang dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga produksi sitokin TH1 (INF-γ dan IL-2) dan TH2 (IL-4 dan IL-10) dihambat. Askomisin juga menghambat aktivasi sel mast. Askomisin menghasilkan efek imunomodulator lebih selektif dalam menghambat fase elisitasi
dermatitis kontak alergi, tetapi respons imun primer tidak terganggu bila diberikan secara sistemik, tidak seperti takrolimus dan siklosporin.( Djuanda dan Sularsito, 2002).
            Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 81 konsentrasi 1%, mempunyai efektivitas sama dengan krim klobetasol-17-propionat 0,05% (steroid superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit (setidaknya selama 4 minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya muka dan lipatan. Cara pemakaiannya dioleskan 2 kali sehari ( Djuanda dan Sularsito, 2002).
            Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dengan takrolimus dinasehati untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut berpotensi menimbulkan kanker kulit ( Djuanda dan Sularsito, 2002).
            Pimekrolimus yang merupakan derivat macrolactam ascomycin adalah pimercrolimus (Elidel krim, SDZ ASM 981). Obat ini adalah turunan streptomyces hygroscopitus var ascomyceticus, merupakan penghambat sitokin inflamasi yang bekerja selektif, banyak digunakan pada penyakit-penyakit kulit inflamasi. Pimercrolimus bekerja dengan mempengaruhi stimulasi sel T yang kita ketahui banyak berperan dalam pathogenesis DA. Stimulasi sel T melalui sel penyaji antigen dan menghambat sitokin sel Th-1 seperti IL- 2 dan INF-γ serta sitokin Th-2 seperti IL-4 dan IL-10. Selain itu pimercrolimus juga mencegah pelepasan mediator inflamasi sel mast yang teraktivasi (Amiruddin, 2005).
            Obat ini terdapat di pasaran dengan nama dagang Elidel CR®, obat ini diindikasikan pada infeksi saluran nafas atas dan bwh, infeksi saluran uro­genital, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi. Obat ini mempunyai kontraindikasi terhadap pasien dengan hipersensitif. Efek samping obat ini adalah dapat terjadi reaksi hipersensitif dan juga gangguan gastrointestinal. Yang menjadi perhatian pada penggunaan obat ini adalah pada bayi yang lahir dari ibu yg alergi terhadap penisilin, ibu hamil dan menyusui karena dapat terjadi superinfeksi (Anonim, 2009).



BAB III
     PEMBAHASAN
Pimekrolimus merupakan obat imunomodulator topikal, yang merupakan turunan dari askomisin, mempunyai efek non steroid, mempunyai aktivitas anti-peradangan, dan telah dibuktikan kemanjurannya dalam menurunkan gejala dari dermatitis atopik pada penderita dewasa dan juga anak-anak yang menerima pengobatan secara topikal (Wellington dan Jarvis, 2002).
Dibandingkan dengan pengobatan pada umumnya yang menggunakan kortikosteroid topikal, pimekrolimus topikal 1,0% krim secara signifikan lebih efektif dalam menurunkan gejala dari dermatitis atopik, seperti yang diukur dengan menggunakan Eczema Area and Severity Index (EASI), pada bayi umur 3 sampai 23 bulan, anak-anak umur 2 sampai 17 tahun, dan dewasa. Pada bayi dan anak, penanganan dengan pimekrolimus 1,0% dua kali sehari selama 6 minggu ternyata dapat menurunkan skor EASI dibandingkan pengobatan dengan kortikosteroid topikal. Pada orang dewasa yang menggunakan pimekrolimus topikal 1.0% dapat menurunkan skor EASI sebanyak 47% dibandingkan dengan pengobatan dengan kortikosteroid topikal yang hanya 0% dari skor EASI (Wellington dan Jarvis, 2002).
Gejala pruritus pada semua umur dalam grup secara signifikan menurun setelah pemberian pimekrolimus krim 1,0% secara topikal. Dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan pimekrolimus, insidensi eczematous flares pada pasien dewasa, anak dan bayi, ternyata juga menurun pada pasien yang menggunakan pimekrolimus 1,0% jangka panjang. Enam puluh satu persen anak-anak yang diberikan pimekrolimus selama satu tahun, pada enam bulan awal pasien tidak pernah mengalami kemerahan pada kulit (Wellington dan Jarvis, 2002).
Pimekrolimus topikal krim 1,0% merupakan obat yang dapat dipakai pada pasien dermatitis atopik pada semua umur. Tidak ada bukti secara klinis bahwa obat ini memiliki efek secara sistemik dari semua penelitian yang dilakukan pada pasien dengan dermatitis atopik. Laporan tentang efek samping dari pimekrolimus adalah efek secara lokal yaitu adanya rasa terbakar dan hangat pada kulit (Wellington dan Jarvis, 2002).

Hasil penelitian menunjukkan manfaat terapeutik yang signifikan dalam menghilangkan gatal dan eritem pada kelompok yang mendapat pimekrolimus. Dievaluasi konsentrasi pimerkrolimus 1% dalam darah dan toleranbilitasnya selama   pengobatan topikal didapatkan konsentrasi pimekrolimus dalam darah tetap rendah dan tidak terakumulasi oleh karena itu obat ini tidak dihubungkan dengan efek samping obat yang biasa ditemukan, obat ini juga tidak menimbulkan atropi kulit yang biasa ditemukan pada penggunaan kortikosteroid topikal (Amiruddin, 2005).
Dari hasil penelitian Stuetz A et al, pimekrolimus dapat digunakan pada pengobatan jangka pendek maupun jangka panjang pada orang dewasa, anak-anak maupun bayi berumur 3 bulan. Pimekrolimus dapat mengatasi gatal dalam 3 hari dan penderita tidak mengalami eritem dalam 6 – 12 bulan (Amiruddin, 2005).

BAB IV
KESIMPULAN

·         Dermatitis Atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis residif, disertai rasa gatal yang berhubungan dengan riwayat atopi.
·         Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik menurut Hanifin dan Rajka pada tahun 1980 yang sampai sekarang masih digunakan. Beberapa kriteria diagnostik lain yaitu kriteria Svenssons dan yang terbaru adalah kriteria William dkk. pada tahun 1994.
·         Pengobatan DA tidak bersifat menghilangkan penyakit tapi untuk menghilangkan gejala dan mencegah kekambuhan.
·         Hasil penelitian menunjukkan manfaat terapeutik yang signifikan dalam menghilangkan gatal dan eritem pada kelompok yang mendapat pimekrolimus.
  • Pimekrolimus topikal 1,0% terbukti efektif pada penanganan pasien dewasa, anak, bayi, dengan dermatitis atopik derajat ringan sampai sedang.
·         Pimekrolimus topikal krim 1,0% telah menunjukkan kemanjuran dalam penanganan dermatitis atopik ringan sampai sedang pada bayi, anak, dewasa. Meskipun data-data yang menunjukkan kemanjuran dari obat ini pada bayi dan anak-anak belum diumumkan secara lengkap, akan tetapi obat ini telah terbukti manjur pada semua umur, dan belum ada laporan secara klinis tentang efek  sistemik pada penggunaan obat ini.  Lebih lanjut lagi, pimekrolimus juga tidak mempunyai efek yang potensial untuk terjadinya atrofi pada kulit, yang merupakan efek yang terjadi pada pemberian kortikosteroid topikal.





DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Elidel. http://www.kimiafarmaapotek.com
Amiruddin, M. D., 2005, Penatalaksanaan Dermatitis Atopik, http://med.unhas.ac.id
Djuanda, A. dan Sularsito, S. A., 2002, Dermatitis dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S., (eds),   Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 3rd ed., FKUI, Jakarta : 131-135.
Kariosentono, H., 2006, Dermatitis Atopik ( Ekzema ) LPP U. N .S., Jawa Tengah : 1-15.
Mahadi, I. D. R., 2000, Ekzema dan Dermatitis dalam Harahap, M., (ed.), Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta : 6 – 14.
Mulyono, 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin 1st ed., Meidian Mulya Jaya ; Jakarta : 101-102.
Siregar, R. S., 1995, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, EGC, Jakarta : 132-135.
Siregar, R. S., 2004, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit 2nd ed., EGC, Jakarta : 115- 117.
Soedarmadi, 1986, Ekzema Pada Anak Pendekatan Penatalaksanaan Rasional dalam Hardyanto dan Suyoto (eds), Dermatologi Anak, PADVI, Yogyakarta : 11-19.
Wellington, K. dan Jarvis, B., 2002. Spotlight on Topical Pimecrolimus in Atopic Dermatitis. http://www.americanjournalofclinicaldermatology.org

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Terima kasih mas informasinya sangat bermanfaat sekali ..
oya untuk referensi lain mungkin bisa juga baca2 disini http://www.tanyadok.com/kesehatan/gangguan-kesehatan-kulit-yang-sering-kambuh-jangan-jangan-dermatitis-atopik

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template