Kamis, 18 November 2010

Flu Burung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Flu burung (Avian Influenza, AI) merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 (H=hemagglutinin; N=neuraminidase) yang pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam). Pada buku ini yang dibahas adalah flu burung yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 pada manusia. Pada tahun 1997 infeksi Flu burung telah menular dari unggas ke manusia dan sejak saat itu telah terjadi 3 kali outbreak infeksi virus influenza A subtipe H5N1. Flu burung pada manusia pertama kali ditemukan di Hongkong pada tahun 1997 yang menginfeksi 18 orang diantaranya 6 orang pasien meninggal dunia. Kemudian awal tahun 2003 ditemukan 2 orang pasien dengan 1 orang meninggal. Virus ini kemudian merebak di Asia sejak pertengahan Desember 2003 sampai sekarang.




Berdasarkan hal tersebut di atas maka disimpulkan bahwa AI selain menyerang unggas dapat juga menyerang manusia. Di Indonesia, virus ini menyerang ternak ayam sejak Oktober 2003 sampai Februari 2004 dan dilaporkan sebanyak 4,7 juta ayam mati namun belum menyerang manusia. 

Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI tanggal 26 November 2006 di Indonesia terdapat 74 kasus konfirmasi dan 56 orang diantaranya meninggal ( CFR 75,7%). Berdasarkan kajian pakar Virus H5N1 merupakan salah satu virus yang paling mungkin menyebabkan pandemi influenza yang diperkirakan dapat menimbulkan kematian puluhan sampai ratusan juta manusia di dunia selama masa pandemi. Sampai saat ini Indonesia telah masuk dalam fase 3 atau waspada pandemi yaitu ada infeksi dari unggas ke manusia sedangkan penularan dari manusia ke manusia tidak ada atau penularan yang sangat terbatas hanya pada kontak erat.

Indonesia telah masuk dalam fase 3 atau waspada pandemi yaitu ada infeksi dari unggas ke manusia sedangkan penularan dari manusia ke manusia tidak ada atau penularan yang sangat terbatas hanya pada kontak erat.

B. Etiologi 
Virus influenza tipe A merupakan anggota keluarga orthomyxoviridae. Pada permukaan virus tipe A, ada 2 glikoprotein, yaitu hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Subtipe berdasarkan sifat H (H1 sampai H16) dan N (N1 sampai N9). Virus influenza pada unggas mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit, dapat hidup lama, tetapi mati pada pemanasan 60C selama 30 menit, 56C selama 3 jam dan pemanasan 80C selama 1 menit. Virus akan mati dengan deterjen, desinfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung iodin atau alkohol 70%. Virus H5N1 dapat bermutasi sehingga dapat menjadi virus penyebab pandemi.

C. Kelompok Risiko Tinggi 
Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah : 
- Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirm. 
- Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau dikonfirmasi dalam bulan terakhir. 
- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir. 
- Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar), misalnya kucing atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1. 
- Memegang / menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya.

D. Cara Penularan 
Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui : 
1. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau produk unggas yang sakit. 
2. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang berasal dari tinja atau sekret unggas yang terserang Flu Burung. 
3. Manusia : Sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus dalam kelompok / cluster). 
4. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 
dalam satu bulan terakhir. 

E. Masa Inkubasi 
Masa inkubasi rata-rata adalah 3 hari (1-7 hari). Masa penularan pada manusia adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari setelah gejala timbul dan pada anak dapat sampai 21 hari.

F. Diagnosis
Dalam mendiagnosis kasus flu burung ada 4 kriteria yang ditetapkan yaitu : 
• Kasus dalam Investigasi 
• Kasus Suspek 
• Kasus Probabel 
• Kasus Konfirm 

1. Kasus dalam investigasi 
Seseorang yang telah diputuskan oleh dokter setempat untuk diinvestigasi terkait kemungkinan infeksi H5N1. Kegiatan yang dilakukan berupa surveilans semua kasus ILI dan Pneumonia di rumah sakit serta mereka yang kontak dengan pasien flu burung di rumah sakit. 
2. Kasus Suspek H5N1
Seseorang yang menderita demam dengan suhu > 38C disertai satu atau lebih gejala di bawah ini : 
o batuk 
o sakit tenggorokan 
o pilek 
o sesak napas 
DAN DISERTAI 
Satu atau lebih dari pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum mulainya gejala :
- Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirmasi. 
- Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau dikonfirmasi dalam bulan terakhir. 
- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir. 
- Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar), misalnya kucing atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1. 
- Memegang/ menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya. 
- ditemukan leukopeni (nilai hitung leukosit di bawah nilai normal). 
- ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa subtipe. 
- foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto.
3. Kasus Probabel H5N1 
Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini : 
a. ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali, dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA. 
b. hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (terdeteksinya antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (dikirim ke Laboratorium Rujukan). Atau Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit saluran napas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologis berkaitan dengan aspek waktu, tempat dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1 yang terkonfirmasi.
4. Kasus H5N1 terkonfirmasi 
Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probabel DAN DISERTAI Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu laboratorium influenza nasional, regional atau 
internasional yang hasil pemeriksaan H5N1-nya diterima oleh WHO sebagai konfirmasi : 
a. Isolasi virus H5N1 
b. Hasil PCR H5N1 positif
c. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80. 
d. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.

G. LANGKAH DIAGNOSTIK 
1. Gejala Klinis 
Pada umumnya gejala klinis flu burung yang sering ditemukan adalah demam > 38C, batuk dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan saluran cerna. Bila ditemukan gejala sesak menandai terdapat kelainan saluran napas bawah yang memungkinkan terjadi perburukan. Jika telah terdapat kelainan saluran napas bawah akan ditemukan ronki di paru dan bila semakin berat frekuensi pernapasan akan semakin cepat. 
2. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik 
a. Pemeriksaan Laboratorium 
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal, apus hidung dan tenggorok untuk konfirmasi diagnostik.

Diagnosis flu burung dibuktikan dengan
1. Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5. 
2. Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1. 
3. Uji Serologi : 
3.1.Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80. 
3.2.Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif. Pemeriksaan lain dilakukan untuk tujuan mengarahkan diagnostik ke arah kemungkinan flu burung dan menentukan berat ringannya derajat penyakit . Pemeriksaan yang dilakukan adalah : 
Pemeriksaan Hematologi : 
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.

a. Pemeriksaan Kimia darah : 
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan. 
b. Pemeriksaan Radiologik 
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini. 
c. Pemeriksaan Post Mortem 
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), spesimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR. 

3. Derajat Penyakit 
Pasien yang telah dikonfirmasi sebagai kasus flu burung dapat dikategorikan menjadi : 
Derajat 1 : Pasien tanpa pneumonia 
Derajat 2 : Pasien dengan pneumonia ringan tanpa gagal napas 
Derajat 3 : pasien dengan pneumonia berat dan gagal napas
Derajat 4 : Pasien dengan pneumonia berat dan ARDS atau dengan kegagalan organ ganda (multiple organ failure).

4. Diagnosis Banding 
Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan. Penyakit dengan gejala hampir serupa yang sering ditemukan antara lain: 
- Demam Dengue 
- Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur 
- Demam Typhoid 
- HIV dengan infeksi sekunder 
- Tuberkulosis Paru 

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding tergantung indikasi, antara lain: 
- Dengue blot : IgM, IgG untuk menyingkirkan diagnosis demam dengue 
- Biakan sputum dahak, darah dan urin. 
- Biakan Salmonella, uji Widal untuk menyingkirkan diagnosis demam tifoid. 
- Pemeriksaan anti HIV . 
- Pemeriksaan dahak mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) dan biakan mikobakterium, untuk menyingkirkan TB Paru.

BAB IV 
TATALAKSANA MEDIK 

Pada dasarnya penatalaksanaan flu burung (AI) sama dengan influenza yang disebabkan oleh virus yang patogen pada manusia. 
A. Penatalaksanaan Umum 
1. Pelayanan di Fasilitas Kesehatan non Rujukan Flu Burung 
• Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung. 
• Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan. Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan workshop “Case Management” & pengembangan laboratorium regional Avian Influenza, Bandung 20 – 23 April 2006

Skor / Gejala         1                2 
Demam            < 38ºC          > 38ºC 
RR                       N              > N 
Ronki               Tdk ada         Ada 
Leukopeni        Tdk ada         Ada 
Kontak            Tdk ada         Ada 
Jumlah

Skor : 
6 – 7 = evaluasi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan oseltamivir 
> 7 = diberi oseltamivir. 

Batasan Frekuensi Napas : 
< 2bl                 = > 60x/menit 
2bl - <12 bl       = > 50x/menit 
>1 th - <5 th      = > 40x/menit 
5 th - 12 th        = > 30x/menit 
>13                   = > 20x/menit 
Pada fasilitas yang tidak ada pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai leukopeni (skor = 2) 
• Pasien ditangani sesuai dengan kewaspadaan standar 

2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan 
Pasien Suspek H5N1, Probabel, dan Konfirmasi dirawat di Ruang Isolasi. 
• Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang pemeriksaan. 
• Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan kewaspadaan standar. 
• Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik. 
• Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan bab III.B.2.a, dan foto toraks. Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang. Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan. Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari. 
• Penatalaksanaan di ruang rawat inap 
Klinis 
1. Perhatikan : 
- Keadaan umum 
- Kesadaran 
- Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu). 
- Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry. 
2. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll. 

B. Profilaksis Menggunakan Oseltamivir 
Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan dari manusia ke manusia, namun penggunaan profilaksis oseltamivir sebelum terpajan tidak dianjurkan. Rekomendasi saat ini oseltamivir diberikan pada petugas yang terpajan pada pasien yang terkonfirmasi dengan jarak < 1 m tanpa menggunakan APD. Bagi mereka yang terpajan lebih 7 hari yang lalu, profilaksis tidak dianjurkan. Kelompok risiko tinggi untuk mendapat profilaksis adalah • Petugas kesehatan yang kontak erat dengan pasien suspek atau konfirmasi H5N1 misalnya pada saat intubasi atau melakukan suction trakea, memberikan obat dengan menggunakan nebulisasi, atau menangani cairan tubuh tanpa APD yang memadai. Termasuk juga petugas lab yang tidak menggunakan APD dalam menangani sampel yang mengandung virus H5N1. • Anggota keluarga yang kontak erat dengan pasien konfirmasi terinfeksi H5N1. Dasar pemikirannya adalah kemungkinan mereka juga terpajan terhadap lingkungan atau unggas yang menularkan penyakit. C. Antiviral 1. Pengobatan Antiviral diberikan secepat mungkin (48 jam pertama) : • Dewasa atau anak ≥ 13 tahun Oseltamivir 2x75 mg per hari selama 5 hari. • Anak > 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari selama 5 hari. 
• Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan sbb : 
> 40 kg : 75 mg 2x/hari 
> 23 – 40 kg : 60 mg 2x/hari 
> 15 – 23 kg : 45 mg 2x/hari 
≤ 15 kg : 30 mg 2x/hari 

• Pada percobaan binatang tidak ditemukan efek teratogenik dan gangguan fertilitas pada penggunaan oseltamivir. Saat ini belum tersedia data lengkap mengenai kemungkinan terjadi 
malformasi atau kematian janin pada ibu yang mengkonsumsi oseltamivir. Karena itu penggunaan oseltamivir pada wanita hamil hanya dapat diberikan bila potensi manfaat lebih besar 
dari potensi risiko pada janin. 
2. Profilaksis 
Profilaksis 1x75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi terpajan sampai 7-10 hari dari pajanan terakhir. Penggunaan profilaksis jangka panjang dapat diberikan maksimal hingga 6-8 minggu sesuai dengan profilaksis pada influenza musiman.

C. Pengobatan lain 
• Antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipikal dan atipikal (lihat lampiran 2 petunjuk penggunaan antibiotik). 
• Metilprednisolon 1-2 mg/kgBB IV diberikan pada pneumonia berat, ARDS atau pada syok sepsis yang tidak respons terhadap obat-obat vasopresor. 
• Terapi lain seperti terapi simptomatik, vitamin, dan makanan bergizi. 
• Rawat di ICU sesuai indikasi. 

D. Perawatan Intensif 
Kriteria pneumonia berat; jika dijumpai salah satu di bawah ini : 
1. Frekuensi napas > 30 menit. 
2. PaO2/FiO2 < 300. 3. Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral 4. Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus 
5. Tekanan sistolik < 90 mmHg 6. Tekanan diastolik < 60 mmHg 7. Membutuhkan ventilasi mekanik 8. Infiltrat bertambah > 50% 
9. Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok) 
10. Serum kreatinin ≥ 2 mg/dl. 

Kriteria perawatan di ruang rawat intensif. ( ICU ) 
a. Gagal Napas 
Kalau terjadi gangguan ventilasi dan perfusi, jika pada pemeriksaan AGD ( Analisis Gas Darah ) ditemukan : 
- PaCO2 > 60 torr 
- Ratio Pa O2/Fi O2 :
< 200 untuk ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) < 300 untuk ALI (Acute Lung Injury) - Frekuensi napas > 30 X menit 
b. Syok (dapat hipovolemik, distributif, kardiogenik ataupun obstruktif ) Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (dewasa) atau untuk anak Tekanan Arteri Rata-rata (TAR) < 50 mmHg, yang telah dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan inotropik/vasopresor > 4 jam. Sebaiknya dengan menggunakan kateter vena sentral. 
c. a + b memerlukan bantuan ventilator mekanik. 
d. Jika memakai ventilator mekanik, maka dianjurkan dengan menggunakan respirator dengan pressure cycle, dengan pengaturan awal : 
Mode : Pressure Control Ventilation 
Volume Tidal : 6 – 8 cc / kg Berat Badan 
PEEP > 5 Cm H20 
Frekuensi Napas : 12 X /menit 
Fi O2 : 1.0 (100 %) 
P insp (Tekanan Inspirasi) : Mulai dari 10 Cm H20 
- Mutlak dilakukan pemeriksaan AGD 30 menit setelah setting awal. 
- Sasaran yang ingin dicapai adalah mempertahankan PaO2 di atas 100 torr dan Sat O2 diatas 95% dengan FiO2 dibawah 60%. 
e. Dapat juga digunakan NIPPV (Non Invasive Positive Pressure Ventilation), pada pasien dengan kesadaran compos mentis.
f. Dapat disapih dari respirator kalau: 
1. Keadaan Umum pasien sudah membaik, kesadaran membaik 
tanpa sedasi. 
2. Nutrisi adekuat dengan status cairan adekuat. 
3. Bebas infeksi. 
4. Hemodinamik stabil tanpa inotropik atau vasopressor. 
5. Status asam basa dan elektrolit stabil. 
6. Tidak ada bronkospasme. 
7. Oksigenasi baik dengan FiO2< 0.5 dengan PEEP < 5 CmH2O 8. Weaning Parameter : - Frekuensi Pernapasan/Vt < 100. - Frekuensi Pernapasan : 30 X/menit. - Vt : 6 – 8 CC/kgbb. Indikasi keluar dari ICU. Setelah 24 jam setelah pasien disapih dan diekstubasi tanpa adanya kelainan baru maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan. F. Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatan biasa : - Terbukti bukan kasus flu burung. - Untuk kasus PCR positif dipindahkan setelah PCR negatif. - Setelah tidak demam 7 hari. - Pertimbangan lain dari dokter G. Kriteria kasus yang dipulangkan dari perawatan biasa : - Tidak panas 7 hari dan hasil laboratorium dan radiologi menunjukkan perbaikan. - Pada anak ≤ 12 tahun dengan PCR positif, 21 hari setelah awitan (onset) penyakit. - Jika kedua syarat tak dapat dipenuhi maka dilakukan pertimbangan klinik oleh tim dokter yang merawat. H. Perawatan Tindak Lanjut - Pasien yang sudah pulang ke rumah diwajibkan kontrol di poliklinik Paru / Penyakit Dalam / Anak RS terdekat. - Kontrol dilakukan satu minggu setelah pulang yaitu foto toraks dan laboratorium dan uji lain yang ketika pulang masih abnormal.  

REFERENSI 
1. World Health Organization, Western Pacific Region. Avian Influenza, 15 January 2004.
2. World Health Organization, South-East Regional Office. Avian Influenza Virus A (H5N1), 20 July 2004. 3. JNPK – KR, YBP – SP, JHPIEGO. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas 
4. World Health Organization. Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian Influenza A/(H5N1). Available at : http://www.who.int. 
5. Working Group on Therapeutic Care, Departemen of Medical Services. Clinical Practice Guideline for Human Avian Influenza (H5N1), Revised version, December 19, 2005.

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template