Selasa, 23 November 2010

Gastroenteritis

Definisi
1. Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar, konsistensi feses menjadi cair dan perut terasa mules ingin buang air besar. (Arjatmo, Tjokronegoro, 2001)
2. Gastroenteritis adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa (lebih dari 3 kali sehari, juga perubahan dalam jumlah dan konsistensi (feses cair). (Brunner and Suddart, 2000)
3. Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus yang terjadi akibat salah makan, biasanya disebabkan oleh penyebab mikrobiologi. (Cristin Hancock, 1999)
4. Gastroenteritis adalah frekuensi buang besar lebih dari 4x sehari pada bayi dan lebih dari 3x sehari pada anak dengan konsistensi feces cair/encer berwarna hijau/ dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja. (Ngastiyah, 1997)
5. Diare adalah suatu gejala klinis dari gangguan saluran pencernaan (usus) yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (berulang-ulang) disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari feses menjadi lembek atau cair. (Bambang Subagyo, 1997)
6. Gastroenteritis adalah suatu kondisi oleh muntah, diare yang disebabkan oleh infeksi, alergi, intoleransi terhadap bahan makanan tertentu/ taksin yang masuk ke dalam lambung. (Susan Martin Tucker, 1992)

7. Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi dengan bagian feses tidak berbentuk dan suatu gejala dari banyak kondisi dan dapat disembuhkan oleh banyak penyakit. (Sandra M Nettina, 2002)


B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (1997) :
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral : infeksi saluran cerna yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
1) Infeksi bakteri patogen : salmonella, shigella, eschercia colli, vibris colerae
2) Infeksi bakteri non patogen : staphilococus albus, streptococus, proteus klebaella, pseudomonas.
3) Infeksi virus enterovirus (polio, cock sack, ECHO) adenovirus, arbovirus.
4) Infeksi parasit : cacing ascaris, trichiuris, strongloides.
5) Infeksi jamur : candida (monilla)
b. Infeksi purenteral : infeksi di luar alat pencernaan makanan
Contoh : otitis medis akut, tonsila faringitis, bronkitis, ensefalitis
2. Faktor Malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor Makanan
Misal : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor Psikologis
Misal : rasa takut, cemas dan stres.

C. Patofisiologi/ Pathway
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) mekanisme yang menyebabkan diare adalah sebagai berikut:
1. Diare sekresi biasanya diare dengan volume banyak disebabkan oleh peningkatan produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh mukosa usus ke dalam lumen usus.
2. Diare osmotik terjadi bila air terdorong ke dalam usus oleh tekanan osmotik dari partikel yang tidak dapat diabsorbsi, sehingga reabsorbsi air menjadi lambat.
3. Diare campuran disebabkan oleh peningkatan kerja peristaltik dari usus (biasanya karena penyakit usus inflamasi) dan kombinasi peningkatan skresi atau penurunan absorbsi dalam usus.

Menurut Cristin Hancock (1999), secara patofisiologi bakteri dan virus dapat menyebabkan gastroenteritis dengan 3 cara :
1. Keracunan oleh enterotoxin eschersia colli
Dapat menyebabkan peradangan usus sehingga terjadi diare.
2. Invasi patogen
Shigella dan E. colli melalui penetrasinya dapat memperbesar usus, merusak sel dan potensial ulserasi sehingga feses mengandung leukosit dan eritrosit.
3. Virus patogen
Menyerang mukos epitel dan merusak villi usus sehingga menyebabkan malabsorbsi elektrolit yang dikeluarkan. Dengan cara ini dapat menyebabkan peningkatan peristaltik usus, peningkatan sekresi air dan elektrolit.
a. Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare dan sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri berkembang pesat dan timbulkan diare.
b. Gangguan air dan elektrolit mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa, gizi dan sirkulasi darah akibatnya terdapat makanan/ zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.



D. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang

1. Manifestasi Klinis (Ngastiyah, 1997)
a. Diare (BAB, lember, cair)
1) Faktor osmotik disebabkan oleh penyilangan air ke rongga usus dalam perbandingan isotonic, ketidakmampuan larutan mengabsorbsi menyebabkan tekanan osmotik menghasilkan pergeseran cairan dan Iodium ke rongga usus.
2) Penurunan absorbsi atau peningkatan sekresi sekunder air dan elektrolit. Peningkatan ini disebabkan sekresi sekunder untuk inflamasi atau sekresi aktif sekunder untuk merangsang mukosa usus.
3) Perubahan mobiliti
Hiperperistaltik atau hipoperistaltik mempengaruhi absorpsi zat dalam usus.
b. Mual, muntah dan panas (suhu > 370C)
Terjadi karena peningkatan asam lambung dan karena adnaya peradangan maka tubuh juga akan berespon terhadap peradangan tersebut sehingga suhu tubuh meningkat.
c. Nyeri perut dan kram abdomen
Karena adanya kuman-kuman dalam usus, menyebabkan peningkatan peristaltik usus dan efek yang timbul adanya nyeri pada perut atau tegangan atau kram abdomen.

d. Peristaltik meningkat (> 35x/menit)
Akibat masuknya patogen menyebabkan peradangan pada usus dan usus berusaha mengeluarkan ioxin dan meningkatkan kontraksinya sehingga peristaltik meningkat.
e. Penurunan berat badan
Terjadi karena sering BAB encer, yang mana feses marah mengandung unsur-unsur penting untuk pertumbuhan dan perkembngan sehingga kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi.
f. Nafsu makan turun 
Terjadi karena peningkatan asam lambung untuk membunuh bakteri sehingga tumbuh mual dan rasa tidak enak.
g. Turgor kulit menurun dan membran mukosa kering
Karena banyak cairan yang hilang dan pemasukan yang tidak adekuat.
h. Mata cowong
Adanya ketidakseimbangan cairan tubuh dan peningkatan tekanan osmotik mengakibatkan beberapa jaringan kekurangan cairan dan oksigen.
i. Gelisah dan rewel
Ini terjadi karena kompleksitas dari tanda klinis yang dirasakan penderita sehingga tubuh tidak merasa nyaman sebab adanya ketidak homeostasis dalam tubuh.

j. Kesadaran menurun
Gejala klinis 10,11,12 terjadi karena penurunan cairan tubuh yang mengakibatkan kerja jantung ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan O2 dan nutrisi sistemik sehingga denyut jantung cepat, nadi cepat tapi lemah, disebabkan peningkatan denyut jantung dengan peningkatan kepekaan dan tekanan osmotik plasma darah. Efeknya ginjal berusaha ineretensi air dengan mencegah eksresi Na sehingga urine pekat dan Na meningkat dengan cairan sirkulasi yang buruk dampaknya otak kekurangan O2 dan nutrisi sehingga pusat kesadaran hipotalamus terganggu.
2. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), pemeriksaan diagnostik yang harus dilakukan untuk mengetahui penyebab diare adalah:
a. Hitung darah lengkap
b. Sifat kimia
c. Urin analisis
d. Pemeriksaan feses rutin serta pemeriksaan feses untuk organisme infeksius atau parasit
e. Proktosigmoidoskopi dan enema berium.
Uji laboratorium (Betz, Cecily L. Edisi 3, 2002)
a. Hematoseses untuk memeriksa darah (lebih umum pada bakterial)
b. Evaluasi feses terhadap volume, warna, konsistensi, adanya pus 
c. Hitung darah lengkap dengan deferensial
d. Uji antigen imonoesei enzim untuk memastikan rota virus
e. Kultur feses (jika anak dihospitalisasi, pus dalam feses atau diare yang berkepanjangan) untuk menemukan patogen
f. Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit
g. Aspirasi duodenum (jika diduga G. Lamblia)
h. Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dihidrasi, organisme, shigella keluar melalui urine)

E. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2007) :
1. Pemberian cairan
Cara memberikan 
a. Belum ada tanda dehidrasi
Peroral sebanyak anak mau minum atau 1 gelas tiap defekasi.
b. Dehidrasi ringan
- 1 jam pertama 25-50 ml/kg BB peroral
Selanjutnya 125 ml/kg BB/hari ad libitum
c. Dehidrasi berat
- Untuk anak umur 1 bl-2 th berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/jam = 10 tetes/kgBB/menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13/kgBB/mnt (set infus 1ml = 20 tetes)
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes)
16 jam : 125 ml/kgBB oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (1ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (set 1 ml = 20 tetes)
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/mnt (1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kgBB/mnt (1ml = 20 tetes)
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 3 tetes/kgBB/mnt (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/mnt (1ml = 20 tetes)
16 jam : 125 ml/kgBB oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (1ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (set 1 ml = 20 tetes)
- Untuk anak lebih 5-10 tahun dengan BB 15-25 kg
1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/mnt (1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kgBB/mnt (1ml = 20 tetes)
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2 ½ tetes/kgBB/mnt (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/mnt (1ml = 20 tetes)
16 jam : 105 ml/kgBB oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/kgBB/menit (1ml = 15 tetes) atau 1 ½ tetes/kgBB/menit (set 1 ml = 20 tetes)
- Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kgBB/24 jam. Jenis cairan : cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %). Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/kgBB.menit (1 ml = 20 tetes)
2. Pengobatan dietetik 
Untuk anak di bawah 1 tahun.dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan < 7 kg jenis makanan : 
- Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainnya) 
- Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa 
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh. 
Cara memberikannya : 
Hari I : setelah dehidrasi segera diberikan makanan per oral. Bila diberi ASI/ susu formula tetapi diare masih sering, supaya diberikan oralit selang seling dengan ASI misalnya 2 kali ASI/ susu khusus, 1 kali oralit. 
Hari ke-2 sampai ke-4 ASI/ susu formula rendah laktosa penuh. 
Hari ke-5 bila tidak ada kelainan pasien dipulangkan. Kembali susu atau makanan biasa, disesuaikan dengan umur bayi dan berat badannya. Obat-obatan Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya). 
- Obat anti sekresi Asetosal dosis 25 mg/ tahun dengan dosis minimum 30 mg Klorpromazin dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari. 
- Obat spasmolitik dan lain-lain. Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak beldona, opium loperamid tidak digunakan untuk mengtasi diare akut lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare, sehingga tidak diberikan lagi. 
- Antibiotik. Umumnya antibiotik tidak diberikan tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgBB/hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti OMA, faringitis, bronkitis atau bronkopneumonia. 

DAFTAR PUSTAKA 

Corwin, Elizabeth 3. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Alih Bahasa Brahm U Pendit. Jakarta : EGC. 

Doenges, Marilyn E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan Pasien. Edisi III. Alih Bahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC. 

Gordon, Marjory, et.al, ed. 2001. Nursing Diagnosis : Definitions an Classification. Philadelphia : Nirth American Nursing Diagnosis Association. 

Haryani, Ani, ed. 2001. Diagnosis Keperawatan Nanda. Editor Ani Haryani et all. Yogyakarta : UGM. 

Johnson, Marion, Meridean Maas dan Sue Moorhead, ed, 2000. Nursing Outcomes Classificatin (NOC), Philadelphia: Mosby. 

Mansjoer, Arif, et al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapiu. 

Mc. Closkey, Joane dan Gloria M. Buledek, ed. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi 2. Philadhelpia : Mosby. 

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Editor Setiawan. Jakarta : EGC. 

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. 

Ralp, Sheila Sparks. 2005. Nursing Diagnoses Definition and Classification. Alih Bahasa Budi Santosa, Philadelphia. 

Smeltzer, Suzanne, C, dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarth. Edisi VII. Jakarta : EGC. 

Subagyo, Bambang. 1997. Ilmu Kesehatan Anak I (Diare pada Anak). Surakarta: Depdikbud RI UNS. 

Supartini Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Editor. Monica Ester. Jakarta : EGC. 

Tjokronegoro, Arjatmo. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template