Sabtu, 16 Juli 2011

Infark miokard akut

PENDAHULUAN

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosa rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
Di Amerika serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pektoris tak stabil; di mana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.
Yang dimasukkan dalam angina tak stabil yaitu:
1.        Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
2.        Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih sering sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
3.        Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.
Beratnya angina :
·           Kelas I. Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada.
·           Kelas II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan , tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
·           Kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
Keadaaan klinis :
·           Kelas A. Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris.
·           Kelas B. Angina tak stabil primer, tak ada faktor extra cardiac.
·           Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Intensitas pengobatan :
·           Tak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal.
·           Timbul keluhan walaupun telah dapat terapi yang standar.
·           Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang maksimum, dengan beta-bloker, nitrat dan antagonis kalsium.

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosa rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.

PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskuler, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid ( lipid rich core ). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus , yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respons terhadap trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis ( kolagen, ADP, epinefrin, serotonin ) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melapaskan tromboksan A2 ( vasokonstriktor lokal yang poten ). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut ( integrin ) seperti faktor von Willebrand ( vWF ) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor  pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin jadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi dapat dilihat pada gambar.














Keterangan gambar .
Interaksi agregasi trombosit ( fibrinogen, glikoprotein Iib/IIIa ) dan aktivasi kaskade koagulasi menghasilkan trombin yang menginduksi pembentukan bekuan yang kaya fibrin. Fibrin akan berikatan dengan faktor XIII yang meningkatkan kekuatan bekuan (clot). Antikoagulan oral menghambat produksi faktor koagulasi, obat lain menghambat aksi faktor pembekuan yang teraktivasi. Target fibrinolisis adalah degradasi fibrin, melalui plasmin, FDP,s fibrin degradation products; LMWH, low molecular weight heparin; OAC, oral anticoagulans; PT, prothrombin (II),; T, thrombin (IIa); UFH, unfractionated heparin; vWF, von Willebran factor.
Arteri koroner yang terlibat ( culprit ) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI juga dapat disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

KELUHAN DAN GEJALA
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan dengan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal ( angina ) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada yang lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
·           Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
·           Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.
·           Penjalaran ke : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
·           Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
·           Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
·           Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Diagnosis banding
·           Perikarditis akut
·           Emboli paru
·           Diseksi aorta akut
·           Kostokondritis
·           Gangguan gastrointestinal
Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut

PENATALAKSANAN
TATALAKSANA AWAL
Talaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
·           Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
·           Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
·           Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
·           Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedis di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggungjawab pada pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.
Kemungkinan:
1)        Jika EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien memenuhi syarat terapi, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam 30 menit sejak EMS tiba.
2)        Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI, hospital door-needle time harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik.
3)        Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital door-to-balloon time harus dalam waktu 90 menit.

Tata laksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

TATALAKSANA UMUM
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodi-esterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0.5 mglV.
1.        Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162
2.        Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, inter­val PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan den jan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
3.        Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi korcner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
TATALAKSANA Dl RUMAH SAKIT
ICCU
Aktivitas. Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.
Diet
Karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total dan kandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang kaya serat, kalium, magnesium dan rendah natrium.

Bowels
Istirahat di tempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan nyeri sering megakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari).

Sedasi
Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam 0,5-2 mg, diberiakn 3 atau 4 kali sehari biasanya efektif.

Kontraindikasi absolut
·           Setiap riwayat perdarahan intraserebral
·           Terdapat lesi vaskular serebral struktural ( malformasi AV )
·           Terdapat neoplasma intrakranial ganas (primer atau metastasis )
·           Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
·           Dicurigai diseksi aorta
·           Perdarahan aktif atau diatesis berdarah ( kecuali mens )
·           Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

Kontraindikasi relatif
·           Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
·           Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS > 180 mgHG atau TDS> HOmmHG)
·           Riwayat strok iskemik sebelumnya > 3 bulan, demensia, atau diketahui patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
·           Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (> 10 menit) atau operasi besar (< 3 minggu)
·           Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu)
·           Pungsi vaskular yang tak terkompresi
·           Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan > 5 hari sebelumnya atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini.
·           Kehamilan
·           Ulkus peptikum aktif
·           Penggunaan antikoagulan baru: makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan








PROGNOSIS
Terdapat beberapa sistem yang ada dalam menentukan prognosis pasca IMA:
Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Klas

Definisi

Mortalitas(%)

I
II
III
IV

Tak ada tanda gagal jantung kongestif
+ S3 dan/atau ronki basah
edema paru
syok kardiogenik

6
17
 30-40
60-80


Tabel 2. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut
Klas

Indeks Kardiak (Umin/m2)

PCWP (mmHg)

Mortalitas (%)

I
 II
 III
IV

>2,2
>2,2
<2,2
<2,2

< 18
 >18
< 18
> 18

3
9
23
51


Klasifikasi  killip
Berdasarkan pemeriksaan fisis bedside  sederhana; S3 gallop, konggesti paru dan syok karsinogenik
Klasifikasi forrester
Berdasarakan monitoring  hemodinamik indeks jantung dan pulmonary cappillary wedge presure (PCWP)
TIMI
TIMI risk score  adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template