Jumat, 15 Juli 2011

Kejang Demam

A.           KEJANG DEMAM
1.           DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu di atas 38,4oC per rektal), tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut (proses ekstrakranial), terjadi pada anak berusia di atas 1 bulan, tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya1,2.
1.           MANIFESTASI KLINIS
Bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, berkembang bila suhu tubuh mencapai 39oC, disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat (ISPA, OMA, dll). Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam. Kejang dapat bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik. Berlangsung singkat beberapa detik sampai 10 menit, diikuti periode mengantuk singkat pasca kejang. Kejang demam yang menetap lebih dari 15 menit menunjukkan adanya penyebab organik seperti infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh1,3.
2.           PATOFISIOLOGI
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (lipid) dan permukaan luar (ion). Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan ion Na rendah. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel maka terdapat potensial membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
a.       Perubahan konsentrasi ion di ekstraseluler.
b.      Rangsangan mendadak berupa mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.
c.       Perubahan patofisiologi dari membran sendiri dari penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan menaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berusia  3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron,dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K maupun Na melalui membran. Perpindahan ini mengakibatkan lepas muatan listrik yang besar, sehingga meluas ke membran sel lain melalui neurotransmitter, dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC. Pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang1.


KEJANG
LEPAS MUATAN LISTRIK YANG MELUAS KE SELURUH SEL
DIFUSI K+ MAUPUN Na+ MELALUI MEMBRAN
PERUBAHAN KESEIMBANGAN MEMBRAN SEL NEURON
SUHU TUBUH NAIK
 






3.           KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
Unit Keja Koordinasi Neurologi IDAI membuat klasifikasi kejang demam pada anak menjadi4:
a.       Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
-          Singkat
-          Durasi kurang dari 15 menit
-          Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik.
-          Umumnya akan berhenti sendiri.
-          Tanpa gerakan fokal.
-          Tidak berulang dalam 24 jam
b.      Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
-          Kejang lama.
-          Durasi lebih dari 15 menit.
-          Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsia.
-          Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
4.           LANGKAH DIAGNOSTIK
Dari anamnesis yang harus ditanyakan adalah adanya kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi, interval, keadaan pasca kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat. Riwayat perkembangan anak, riwayat kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga. Pertanyaan juga harus menyingkirkan penyebab kejang lainnya, misalnya tetanus.
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, refleks patologis, tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam, di antaranya:
a.       Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis, biakan darah, urin atau feses.
b.      Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan pada anak usia 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak di atas 18 bulan yang dicurigai menderita meningitis.
c.       CT Scan atau MRI diindikasikan pada keadaan riwayat atau tanda klnis trauma, kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik), dan adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial.
d.      EEG dipertimbangkan pada kejang demam kompleks2,3.
5.           TERAPI
Algoritma Penghentian Kejang Demam2 

Bila kejang berhenti dapat diberikan terapi profilaksis intermitten atau rumatan berupa2:
a.       Antipiretik. Berupa parasetamol 10-15mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam.
b.      Antikejang berupa diazepam oral 0,3mg/kgBB tiap 8 jam saat demam atau diazepam rektal 0,5mg/kgBB tiap 12 jam.
c.       Pengobatan jangka panjang selama 1 tahun dapat dipertimbangkan pada kejang demam kompleks dengan faktor resiko. Obat yang digunakan adalah Fenobarbital 3-5mg/kgBB/hari atau asam valproat 15-40mg/kgBB/hari.
6.           KOMPLIKASI
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama (>15 menit) biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat, hipotensi artrial, suhu tubuh makin meningkat, metabolisme otak meningkat.
7.           PROGNOSIS
Kejang demam dapat berulang di kemudian hari atau dapat berkembang menjadi epilepsi di kemudian hari.
Faktor resiko berulangnya kejang pada kejang demam adalah:
a.       Riwayat kejang demam dalam keluarga.
b.      Usia di bawah 18 bulan.
c.       Suhu tubuh saat kejang.
d.      Lamanya demam saat awitan kejang.
e.       Riwayat epilepsi dalam keluarga.
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah:
a.       Adanya gangguan neurodevelopmental.
b.      Kejang demam kompleks.
c.       Riwayat epilepsi dalam keluarga.
d.      Lamanya demam saat awitan kejang.
e.       Lebih dari satu kali kejang demam kompleks2.
8.           EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2-4% usia 6 bulan-3 tahun.puncak insidensi pada usia 2 tahun. 30% akan berulang pada demam selanjutnya dan 3-6% akan mengalami epilepsi1,5.
A.           DEMAM
1.             DEFINISI
Demam adalah suhu oral atau membran timpani lebih atau sama dengan 38,3oC dalam 1 kali pengukuran, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau bahan-bahan toksik yang dapat mempengaruhi pusat pengaturan temperatur6,7.
2.             TIPE DEMAM
Berdasarkan pola kenaikan suhu tubuh, demam dapat dibagi menjadi6:
a.       Demam septik: suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi pada malam hari, dan turun kembali (tidak mencapai normal) pada pagi hari.
b.      Demam hektik: suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi pada malam hari dan turun kembali ke tingkat normal pada pagi hari
c.       Demam remiten: suhu badan naik dan turun setiap hari,tapi tidak mencapai suhu badan normal.
d.      Demam intermiten: suhu badan turun ke tingkat normal selama beberapa jam dalam 1 hari.
e.       Demam kontinyu: variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari 1 derajad.
f.       Demam siklik: terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari, yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
3.             PATOFISIOLOGI
Bila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagosit oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin 1 (IL-1) ke dalam cairan tubuh yang disebut pirogen leukosit atau pirogen endogen. IL-1 saat mencapai hipotalamus, segera menimbulkan demam, meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-10 menit6.
4.             DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Menurut MTBS, jika menghadapi anak dengan demam kita tidak boleh melupakan kemungkinan penyakit prioritas berikut8:
a.       Campak/ measles/ rubeola yaitu penyakit virus akut yang disebabkan oleh morbilivirus. Pikirkan juga DD campak yang lain seperti exantema subitum, rubella2.
b.      Malaria yaitu penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh spesies plasmodium yang ditandai dengan panas tinggi bersifat intermitten, siklik, anemia, dan hepatosplenomegali2.
c.       Demam Dengue yaitu demam akut yang disebabkan oleh virus dengue ditandai oleh demam mendadak tinggi kontinyu, dengan atau tanpa manifestasi perdarahan.Spektrum klinis dengue dapat dibagi menjadi Demam Dengue dan Demam berdarah dengue. Setiap demam kurang dari 7 hari kemungkinan infeksi dengue harus dipertimbangkan2,8.
d.      Masalah telinga: OMA/ OMC/ Mastoiditis
5.             LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis demam harus menghasilkan simpulan deskripsi demam8:
a.       Hari ke berapa.
b.      Pola demam (remiten, intermiten, kontinyu) dan mengarahkan pada kecurigaan penyebabnya.
c.       Data anamnesis lain seperti:
·         Adakah nyeri, bengkak atau luka à penyebab fokal.
·         Adakah gejala penyerta lain, umum (malaise, penurunan nafsu makan), maupun spesifik (batuk, pilek, dan rash).
·         Kontak dengan penyakit infeksi à mengarahkan kecurigaan kausa.
·         Baru mendapat imunisasi.
·         Masalah BAB, BAK, dan asupan cairan anak.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh dan penentuan derajad sakit berdasarkan obyektif dan subyektif seperti anak tidak tampak sakit/ tampak sakit/ sakit berat atau toksik, kualitas tangis, reaksi terhadap orang tua, tingkat kesadaran, warna kulit dan selaput lendir, derajad hidrasi dan interaksi2.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengetahui kausa demam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah darah rutin, urin rutin, feses rutin, kultur darah, dan foto thoraks7.
6.             TERAPI
a.       Simtomatik
Bila pasien dirawat, rawat di ruangan yang ventilasi udaranya cukup dan sejuk. Bila perlu berikan kompres hangat. Berika antipiretik parasetamol 10-15mg/kgBB dosis terbagi atau asetilsalisilat dosis terbagi
b.      Kausatif
Pemberian antibiotika empirik klinis diberikan pada penderita yang rentan infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan adalah Amoksisilin 60-100mg/kgBB/hari atau Ceftriaksone 50-75mg/kgBB/hari. Dipilih antibiotika spektrum luas sampai ditemukan bukti mikroorganisme penyebab yang definitif dari hasil kultur bahan yang dicurigai sebagai sumber infeksi2,7.
I.              PEMBAHASAN
Dari anamnesis diperoleh pasien demam sejak 2 hari yang lalu, mendadak tinggi. Kejang terjadi saat demam, berulang 8x dalam 24 jam. Tidak terdapat luka baru, trismus, maupun kekakuan dari anggota tubuh lainnya, gangguan pencernaan, gangguan berkemih, ruam, dan menggigil.  Kejang baru terjadi pertama kali (tidak ada riwayat kejang sebelumnya). Pasien masih mampu makan dan minum dengan baik. Dari pemeriksaan fisik tidak diperoleh adanya kaku kuduk maupun refleks patologis, trismus, opistotonus, kekakuan anggota tubuh lainnya, dan gangguan pernapasan. Hasil pemeriksaan darah rutin menunjukkan leukopenia, tidak ditemukan adanya hemokonsentrasi, trombositopenia, maupun anemia. Hasil pemeriksaan WIDAL menunjukkan hasil negatif.
Berdasarkan hasil anamnesis dapat disimpulkan, pasien mengalami kejang demam, karena kejang terjadi pertama kalinya, pasien berusia di atas 1 bulan, dan kejang berhubungan dengan suhu tubuh yang tinggi. Dan menurut klasifikasi dari UKK Neurologi Anak IDAI pasien mengalami kejang demam kompleks. Tatalaksana kejang demam adalah pemberian diazepam rektal 0,5mg/kgBB. Jika setelah 5 menit pasien masih demam, berikan diazepam IV 0.3-1mg/kgBB. Jika masih demam diberikan bolus fenitoin 10-20mg/kgBB dengan kecepatan 0,5-1mg/menit. Jika masih kejang, rujuk ke ICU.
Demam berlangsung kurang dari 7 hari. Penyakit prioritas yang dapat dicurigai untuk demam <7 hari adalah DF/DHF, malaria, campak, dan masalah telinga. Namun hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak menunjang ditegakkannya diagnosis tersebut (tidak ditemukan tanda-tanda perdarahan, menggigil, ruam kemerahan, sekret telinga, bengkak pada telinga). Hasil darah rutin tidak menunjukkan adanya hemokonsentrasi dan trombositopenia. WIDAL juga menunjukkan hasil yang negatif. Namun angka leukosit menunjukkan adanya leukopenia. Leukopenia dapat terjadi pada infeksi tertentu terutama infeksi virus9. Jadi kemungkinan demam pada pasien ini terjadi karena adanya infeksi virus seperti dengue, influenza, maupun virus lainnya. Tatalaksana demam adalah pemberian antipiretik parasetamol 10-15mg/kgBB/hari dan antibiotik empiris Amoksisilin 60-100mg/kgBB/hari atau Ceftriaksone 50-75mg/kgBB/hari sampai ditemukan mikroorganisme penyebab yang definitif.
Penanganan yang diberikan di bangsal sudah benar. Paracetamol diberikan untuk mencegah demam meningkat tinggi dan memicu kejang. Selain itu karena pada pasien kejang sudah berulang, diazepam diberikan sebagai profilaksis jangka pendek. Sebaiknya pasien diberikan profilaksis jangka panjang, karena pasien menderita kejang demam kompleks dan mempunyai resiko berulang di kemudian hari yaitu riwayat kejang pada keluarga. Profilaksis diberikan selama 1 tahun, dan obat yang dapat digunakan adalah Fenobarbital 3-5mg/kgBB/hari atau asam valproat 15-40mg/kgBB/hari.







II.           DAFTAR PUSTAKA
1.           Hassan, Rupeno. Dr., Alatas, Hussein. Dr. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian IKA-FKUI, Infomedika.
2.           Pusponegoro, Hardiono.D., dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3.           Nelson, Waldo.E.MD., dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 3. Jakarta: EGC.
4.           Ismael, Sofyan Prof.Dr.SpA(K)., dkk. 2005. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Konsensus Penanganan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5.           Scwartz, M.William., dkk. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
6.           Guyton, Arthur.C, MD., Hall, John.E, Ph.D. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
7.           Sutaryo, Dr, dr, SpA(K). 2005. Standar Pelayanan Medis RS. DR.Sardjito Edisi III Jilid 2. Yogyakarta: Medika FK-UGM.
8.           Susyanto, M.Bambang Edi, dr, Sp(A). 2009. Study Guide, Panduan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
9.           Sutedjo, AY, SKM. 2008. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi Revisi. Yogyakarta: Amara Books.

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template